Dalam agenda melingkar minggu lalu, kami mengawalinya dengan mengobrol. Nah pasangan aktivis dakwah paling anyar minggu ini pun menjadi topik perbincangan kami.
Kemudian, salah seorang teman saya berkata, "Nurul ga ngucapin? Itu temen akrabnya kan". Saya cuma bisa nyengir sambil memikirkan jawaban apa yang perlu saya berikan.
"Penting gitu?" ujar saya setelah memandangnya beberapa lama. Saya tahu dan sadar sekali ada banyak mata yang mengarah ketika kalimat itu meluncur dengan nada ketus dari saya, bahkan MR sendiri melihat saya dengan pandangan tak percaya dan penuh tanda tanya.
Saya rasa sebagian mereka memendam rasa ingin tahu apa yang terjadi pada saya sehingga melontarkan kalimat ketus tersebut. Apalagi ketika saya berkata, "Teman akrab? Emangnya kami akrab?".
Rasanya tak percaya di usia begini saya masih punya masalah pertemanan. Hal yang seharusnya tak masuk lagi dalam daftar 'what to think'. Tapi ya begitulah...
Daripada menulis di facebook, saya lebih memilih untuk meninggalkan catatan itu di sini, sebuah blog pribadi yang merekam jejak kehidupan saya. Tak harus hal yang menyenangkan, kali ini hal yang tak menyenangkan itu pun perlu saya ukir di sini.
Akan ada yang berpikir bahwa sikap ketus itu muncul karena mereka menikah. Nah di sini saya perlu meluruskan bukan dikarenakan hal itu. Ahahaha tulisan ini berasa seperti konferensi pers. Baiklah....
Beberapa bulan yang lalu saya mengabari teman itu tanpa saya ketahui bahwa pasangannya ternyata adalah dia. Respon yang saya terima, "Iyakah? Dengan siapa?". Bukankah seharusnya ia mengatakan bahwa orang itu adalah dia? Oh, begitu saya mengetahuinya ada rasa kecewa. Ckckck ternyata saya juga bisa merasa kecewa, atau lebih tepatnya marah.
Bahkan ketika telah mendekati hari pernikahan, yang bersangkutan belum memberi kabar. Saya pikir harusnya dia suddah tahu mengenai hal tersebut. Ya sudah, seperti kata teman saya mungkin kami ini bukan teman akrab yang harus dikasih tahu. Oke....
Saya menyadari betul bahwa mungkin saja dia sedang melaksanakan apa yang Rasul pesankan (ou yeahh). Sembunyikan khitbah, umumkan pernikahan. Tapi memandang kabar ini sudah tersebar seantero negeri (okeh mungkin ini agak lebay) yang bahkan ketika kami rapat kordinasi para caleg pun hal ini disinggung, harusnya ada alasan agar saya diberi kabarr bahagia itu.
Yah sungguh kecewa sebenarnya. Dia beberapa kali mengirim pesan wa dan bbm yang saya balas sangat sangat singkat karena pertanyaan yang diajukan juga hanya pertanyaan basa basi.
Barulah H-5 dia mengirimkan pesan yang lebih panjang, "Nurul kenapa marah sama kakak? Karena kakak tak kasih tahu? Seandainya Nurul tahu apa yang terjadi di sini."
Baiklah, katakan apa pun yang ingin kau katakan. Katanya dia hanya ingin menjelaskan lewat telpon. Hey emang kami pacaran sampai - sampai saya harus mendengarkan penjelasan langsung darinya? Oke, hal ini sudah tak ada gunanya, tak perlu dilakukan. Go ahead.
Karena hal ini saya merasa yaaa rada kecewa. Bagi anda yang membaca tulisan ini pastilah tertawa dengan prilaku kekanakan yang sedang saya tunjukkan. It's ok meski anda pun mungkin pernah mengalami hal yang sama tapi dengan respon yang berbeda.
No comments:
Post a Comment