Tuesday, 4 November 2014

It's Too Much, Mr President

*tulisan ini nyempil di draft dan ditulis saat pelantikan presiden Indonesia ke 7 tanggal 20 Oktober lalu

Mengawali tulisan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono yang telah memimpin Indonesia selama 10 tahun terakhir, sejak tahun 2004 hingga 2014. Bukan waktu yang singkat dan tentunya saya yakin beliau menanamkan kesan yang mendalam di hati seluruh rakyat Indonesia. Juga bagi Bapak Boediono yang telah mendampingi beliau di periode kedua sejak tahun 2009.

Kemudian kepada Bapak Jokowi dan Jusuf Kalla, saya ucapkan selamat mengemban amanah untuk 5 tahun ke depan. Terpilihnya Bapak sebagai presiden dan wakil presiden adalah cerminan dari keinginan para pemilih di pilpres yang lalu. Meski saya bukan termasuk orang yang memilih Bapak berdua, namun seperti yang kita ketahui, ada begitu banyak harapan yang disematkan kepada bapak.

Baiklah, melihat fenomena belakangan, saya menilainya apa yang dilihat orang - orang dalam drama politik Indonesia sudah sangat berlebihan. Mungkin juga termasuk saya...

Saya seperti sebagian besar yang lainnya diberikan fasilitas untuk mengetahui informasi mengenai apa yang terjadi hari ini. Televisi yang terus menyala, internet yang dapat diakses dengan mudah melalui handphone maupun laptop dan sumber bacaan lain yang mendukung.

Sebagian orang, termasuk saya merasa muak dengan apa yang dipaparkan televisi dan pemberitaan yang memenuhi media massa. Prilaku pers yang bertindak berdasarkan pemilik modal menambah sesak. Kerinduan mendalam kita rasakan akan hadirnya lagi netralitas pers dalam penyampaian berita kepada masyarakat.

Tak hanya di sisi pendukung Jokowi, pendukung Prabowo pun sebenarnya melakukan hal yang sama. Kita tak lagi bertemu dalam perang terbuka dengan pedang ataupun meriam, namun kita sedang berperang dengan menggunakan media sebagai senjata.

Ini hanya sekedar tulisan penuh unek - unek saya sebagai salah satu masyarakat yang tidak memilih Jokowi-JK di pemilihan presiden. Melihat bagaimana para pendukungnya berpesta pora seolah kemenangan ini adalah kemenangan mutlak bagi seorang wong cilik yang berhasil menjadi pemimpin sebuah negara besar.

Berpesta adalah hak bagi mereka yang ingin mengadakannya. Saya hanya bisa tersenyum sinis melihat salah satu stasiun pendukung menayangkan dialog yang menghadirkan tokoh - tokoh pendukung JKW-JK, baik para ahli maupun pengamat politik. Apa yang mereka umbar seolah - olah orang ini adalah orang ajaib yang akan membawa Indonesia menuju perubahan.

Saya tidak tahu, bahkan anda pun tak bisa memberikan jaminan apa yang akan ia lakukan. Umbaran pujian tersebut tentunya sudah memasuki wilayah yang sangat berlebihan. Disampaikan berulang - ulang dengan kalimat yang berbeda agar terpatri dalam benak penonton bahwa ini adalah  malaikat penyelamat Indonesia.

Oh, baiklah
Saya ingin menyampaikan bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Jika awalnya sudah begini, bagaimana ke depan.

Mungkin saya menjadi orang yang pesimis sekaligus sinis dengan kepemimpinan Jokowi-JK 5 tahun mendatang.

Saya membayangkan Jokowi akan bernasib sama seperti SBY di mana pada awalnya SBY juga menjadi pujaan rakyat Indonesia yang merindukan perubahan. Tak lupa pencitraan habis - habisan pun dilakukan. Tapi apa yang mau dikata, di akhir kepemimpinannya SBY dijatuhkan oleh media yang dulu mengangkatnya.

No comments:

Post a Comment