Hari Minggu emang hari paling kece buat tidur lebih lama alias bangun telat di atas jam 9 pagi. Ditambah lagi dengan kondisi cuaca yang super duper brrrr buat narik selimut. Tapi sepertinya mulai minggu ini harus bangun lebih awal karena JPRMI alias Jaringan Pemuda dan Remaja Mesjid Indonesia bakalan ngadain kajian rutin.
Well, sebagai informasi buat remaja n pemuda Tanjungpinang, JPRMI insya Allah akan terus ngadaian KISAH alias Kajian Islam Setiap Ahad pukul 9 pagi yang bertempat di Mesjid Zul Firdaus, Bintan Centre, Tanjungpinang, Kepri.
Alhamdulillah akhirnya ada kajian rutin juga. Kadang rada iri kalo baca postingan kajian di TL-nya Ustadz Akmal Sjafril dan kawan-kawan. Atau temen-temen yang aktif di Insist Jakarta. Kayaknya sih kalo di luar kota banyak banget kajian Islam. Nah, semoga langkah awal JPRMI ini menjadi modal buat kita yang penasaran sama Islam dan ingin menggali ilmu itu lebih dalam lagi.
Di antara ratusan ribu orang yang ngebaca pengumuman soal kajian ini di facebook, grup wa, BC bbm dan sms, aku dan belasan orang lainnya disetting untuk hadir :D Pasti bukan kebetulan. Padahal sih tadinya ga niat mau pergi, maunya di rumah aja sambil nonton TV.
Alhamdulillah meski rada telat datang, ternyata kajian belum dimulai. Melihat mesjid yang masih sepi, anteng ah, engga boleh ga semangat walopun yang datang sedikit. Begitu markir motor, eh pak tukang bilang untuk parkir agak jauh dari mesjid. Yah, biar ga ketimpa bahan bangunan, soalnya mesjid lagi dalam proses renovasi. Ohooo di tempat parkir rupanya udah ada tiga orang akhwat manis yang juga baru datang. Mesti aku yang duluan senyum dan yang duluan nyapa mereka.
Kajian minggu ini tentang aqidah dan akhlak yang disampaikan oleh Ustadz Suparman. Beliau lulusan universitas di Sudan yang juga kuliah bareng istrinya. Tahun ini beliau mengabdikan diri di Tanjungpinang.
Hmm sebelumnya beliau menyampaikan tentang bagwa ilmu itu harus didapatkan dengan belajar. Tak ada ilmu tanpa belajar. Belajar yang tepat adalah dengan guru. Belajar yang hanya dengan membaca maka akan lebih banyak kesalahannya.
Islam ada satu-satunya agama yang menjadikan hati dan jiwa menjadi tenang. Tapi seringkali kita ga merasakan hal tersebut. Pertanyaannya kenapa?
Menjelaskan tentang akidan dan akhlak, tentu saja ini merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Banyak di antara kita yang susah ngebedain apa itu akhlak dan apa itu aqidah.
Dalam penjelasannya, Ustadz Suparman menganalogikan keduanya seperti jam dinding. Bagaimana jam dinding itu bisa bergerak? Tentu karena ia mempunya mesin. Lalu bagaimana mesin bisa menggerakkan jarum? Tak lain karena ia memiliki baterai. Oleh karena itu jam dinding bisa bergerak karena adanya baterai yang memiliki energi untuk menggerakkannya.
Seperti itulah aqidah dan akhlak. Aqidah adalah sebuah keyakinan yang ada dalam diri seseorang yang meyakini dengan sebenar-benarnya mengenai keberadaan Allah dan hari akhir, hari di mana seluruh amal perbuatan akan dihitung. Sementara akhlak secara sederhana diartikan sebagai cara seorang manusia berinteraksi dengan Allah SWT, dengan saudaranya, dengan tetangganya, dengan teman-temannya dan dengan lingkungannya.
Oleh karena itu, akhlak seseorang akan mencerminkan sejauh mana keyakinannya pada Allah SWT dan hari akhir. Cara ia berinteraksi adalah tergantung kelurusan aqidahnya. Keyakinan adalah baterai, akhlak adalah jarum jam yang berputar. Jika baik aqidahnya, maka akhlak yang akan ia tunjukkan adalah akhlak yang baik. Demikian sebaliknya.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akhlak adalah landasan utama. Kita sering ya mendengar bahwa baik buruknya suatu negara adalah tergantung pada wanitanya. Orang bilang, wanita adalah tiang negara. Tentu ini berhubungan dengan akhlak yang kita bicarakan tadi. Kemuliaan akhlak wanita dalam satu negara akan mempengaruhi keberlangsungan kehidupan beradab di negara tersebut.
Lebih jauh lagi dijelaskan, untuk melihat kualitas keislaman seseorang, lihatlah akhlaknya. Lihatlah bagaimana ia berinteraksi dengan Allah, apakah ia melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi larangan atau sebaliknya. Lihatlah bagaimana ia memperlakukan makhluk Allah yang lain seperti binatang dan tumbuhan. Lihatlah bagaimana ia memperlakukan sesamanya.
Kembali lagi pada ketenangan jiwa yang kita sebut di awal tulisan ini. Kenapa sih kayaknya kita ga bahagia, padahal kita udah jadi seorang muslim.
Nah, ayuk kembali pada penjelasan aqidah.
Sesungguhnya, keyakinan yang paling tinggi yang diharapkan ada dalam diri seorang muslim adalah muroqobatullah alias ia merasakan betul pengawasan Allah. Masih ingat bangunan Islam?
Islam terdiri dari 3 elemen yaitu iman sebagai pondasi, nilai-nilai Islam yang dipresentasikan dalam bentuk amalan sebagai tiangnya dan yang ketiga adalah ihsan sebagai atapnya.
Ihsan sendiri diartikan sebagai engkau beribadah seolah-olah engkau melihat Allah, jika engkau tak melihatnya maka yakinlah bahwa Allah melihat apa pun yang engkau lakukan.
Nah, di sini nih sumber kebahagiaan. Merasa diperhatikan dan diawasi terus oleh Allah. Sebagai seorang muslim harusnya kita memiliki prinsip wakaafa billahi syahida. Dan cukuplah Allah menjadi saksi
Saat menjalankan nilai-nilai Islam jangan pernah dipengaruhi oleh penilaian orang lain terhadap kita. Biarlah hanya Allah yang menjadi saksi apa yang kita lakukan. Mempedulikan penilaian manusia bisa-bisa membuat kita terjebak seperti kisah keledai, pemuda dan ayahnya (yang ingin tahu cerita si keledai hubungi pemilik blog aja biar dibikin tulisan selanjutnya).
Potensi kita sering terhalangi oleh hal-hal duniawi. Contoh, kita pengen sholat dhuha di sekolah, kampus ataupun kantor. Tapi karena kita khawatir dibilang sok sholeh atau diciyein teman-teman akhirnya engga jadi sholat dhuha. Atau ketika memutuskan untuk ga pacaran sebelum menikah. Karena takut dibilang ga gaul atau jomblo level satu, ujung-ujungnya kita pacaran juga sama cowok sebelah. Hewww....
Yang begini nih yang bikin kita bergerak dalam penilaian manusia sehingga hal-hal yang harusnya menjadi akhlak seorang muslim engga jadi terlaksana karena takut dibilang ini itu sama manusia.
Hellooo, Iman Hasan Al Banna jauh-jauh hari udah berpesan. Jika kamu dikritik karena akhlakmu, maka berubahlah. Tapi jika kamu dikritik karena keyakinan dan prinsip gerakanmu, maka abaikan dan teruslah maju.
So, kalo kita dikritik karena akhlak yang ga bener misalnya karena suka nyontek, males belajar, suka boncengan dengan cowok yang bukan mahromm (meskipun statusnya teman atawa pacar) maka berubahlah. Kenapa? Karena Islam tidak mengajarkan hal-hal tersebut.
Sebaliknya kalo kamu dikritik karena suka baca Quran atau sholat dhuha atau nyebarin buletin Islam di kampus, sekolah atau kantor, lanjutkan saja. Abaikan orang-orang yang ngatain perbuatan itu sia-sia.
Kalau kita engga mau merubah akhlak tercela menjadi akhlak yang terpuji, maka keyakinan kita pada Allah dan hari akhir akan dipertanyakan. Saat kita enggan untuk pakai jilbab misalnya, karena belum siap atau karena dilarang orang tua, bisa jadi kita belum sepenuhnya meyakini akan adanya perintah Allah maupun hari di mana seluruh amalan dihitung. Ups, jangan sampai kita jadi orang yang lalai.
Tahukah kamu bahwa dahsyatnya kekuatan Islam adalah karena aqidahnya yang ga bisa dikalahkan oleh kekuatan manapun di dunia ini. Lalu di manakah letaknya aqidah itu? Jawabannya ada di hati.
Kamu tahu hati? Hati adalah segumpal daging yang ketika ia baik maka baiklah seluruhnya. Sebaliknya jika ia buruk maka buruklah semuanya. Ia adalah raja dalam diri kita yang bersemayam tapi kita tak bisa memilikinya. Lalu siapa pemilik hati? Dia-lah Allah SWT. Dia-lah yang membolak-balikkan hati kita. Karena itu hati tak akan pernah berbohong. Ia tak seperti akal yang bekerja untuk berpikir dan terkadang mampu membalikkan sebuah kebenaran.
Kekuatan seorang muslim itu ada pada hatinya. Pada aqidahnya. Pada keyakinannya. Muslim yang memiliki keyakinan tinggi terhadap Allah dan hari akhir tak akan bisa dikalahkan. Keyakinannyalah yang memberinya energi untuk bergerak dan terus bergerak.
Maka kadang kita temui seorang ulama yang hanya tidur 2 jam tapi sangat greget dakwahnya. Harusnya ia merasakan penat. Tapi darimanakah datangnya kekuatan yang menjadikan ia senantiasa sehat? Tak lain dari keyakinannya pada Allah SWT dan hari akhir.
Atau masih ingatkah pada Syekh Ahmad Yasin dari Palestina itu? Seorang tua yang lumpuh. Namun mengapa ia begitu ditakuti oleh Israel? Mengapa ia yang bahkan tak mampu untuk berjalan harus tewas oleh Apache? Mengapa beliau mampu mengobarkan semangat jihad para pemuda Palestina hanya melalui lisannya? Jawabannya adalah hati. Keyakinannya pada Allah SWT dan hari akhirnya telah menggerakkan jarum akhlaknya.
Aqidah dan akhlak sangat berkaitan dengan kondisi hati kita. Sebagai penutup kutuliskan kalimat akhir dari kajian minggu ini.
Wahyu Allah tidak akan membekas kecuali pada hati yang dekat Allah SWT. Bila hati kita tak lagi bisa menerima hidayah melalui ibadah-ibadah, tilawah, maka mintalah hati yang lain pada Allah.
Sekian semoga bermanfaat dan minggu depan kita berkesempatan untuk hadir lagi dalam majelis ilmu ini :)
*oh ya sedikit informasi bahwa tanggal 21 Desember 2014, insya Allah JPRMI akan mengadakan pertemuan dengan sleuruh pemuda dan remaja mesjid se-Kepri. Untuk minggu depan kajian insya Allah akan diisi oleh Ustadzah Rojiah atau Siti Maheran
No comments:
Post a Comment