Saturday, 29 September 2012

Tanjungpinang Tanpa Waria


*tulisan ini sebenarnya belum selesai >> bingung gmana mau nyelesainnya --"

Menjumpai sekelompok waria di Kota Tanjungpinang bukanlah hal yang aneh lagi. Setiap malam di beberapa tempat para waria ini mangkal untuk mengais ‘rezki’ sekedar melanjutkan kehidupan. Tak hanya pada malam hari, kini mereka sudah mulai menunjukkan eksistensi dengan berani tampil di tempat – tempat umum seperti pasar, jalan raya, hingga ke komplek perumahan. Penulis menjumpai beberapa di antaranya sedang melakukan aktivitas layaknya orang – orang biasa namun dengan penampilan di luar batas kewajaran.

Di beberapa kota besar di Indonesia, waria sudah mulai melebarkan eksistensinya dengan membentuk komunitas waria hingga nasional. Bahkan lebih lanjut, kelompok ini mendaftarkan diri di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai anggota. Tujuannya ingin menjadi bagian dalam penyelesaian pelanggaran HAM, khususnya yang terkait dengan isu transgender. Kelompok ini dengan mengatasnamakan hak asasi manusia ‘memaksakan’ kehendaknya untuk diakui oleh masyarakat layaknya orang – orang normal yang bisa melakukan aktivitas tanpa pandangan sinis ke arah mereka.

Jika kelompok ini berkeinginan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM terutama yang terkait dengan isu transgender, maka penulis khawatir Indonesia akan menjadi Negara berikutnya yang melegalkan pernikahan sesama jenis seperti di Inggris, Belanja, Jerman, Brazil, Prancis dan beberapa Negara Barat lainnya.

Sementara ada 76 negara di dunia yang     menentang homoseksualitas, Indonesia yang memiliki norma ketimuran dengan mayoritas penduduk beragama Islam malah  melindungi kelompok ini dengan mengeluarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 3 ayat (2) undang-undang tersebut menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” dan ayat (3) berbunyi ,”Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3)  menyebut,”…berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya”. Berdasar aturan ini, kelompok waria oleh Komnas HAM kini ditempatkan sebagai kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan Kelompok Khusus.


Di pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Mahas Esa dan merupakan anugerahNya yang patut dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Mari perhatikan definisi HAM dalam pasal ini. Waria bukanlah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia, tapi merupakan penyimpangan seksual yang disebabkan oleh faktor – faktor tertentu yang berasal dari diri pribadi. Waria berbeda dengan khuntsa. Khuntsa adalah ketetapan dari Tuhan di mana seseorang yang khuntsa memiliki alat kelamin ganda, hermaphrodite, bisexual, androgyne.


No comments:

Post a Comment