*tulisan ini sebenarnya belum selesai >> bingung gmana mau nyelesainnya --"
Menjumpai sekelompok waria di Kota
Tanjungpinang bukanlah hal yang aneh lagi. Setiap malam di beberapa tempat para
waria ini mangkal untuk mengais ‘rezki’ sekedar melanjutkan kehidupan. Tak
hanya pada malam hari, kini mereka sudah mulai menunjukkan eksistensi dengan
berani tampil di tempat – tempat umum seperti pasar, jalan raya, hingga ke
komplek perumahan. Penulis menjumpai beberapa di antaranya sedang melakukan
aktivitas layaknya orang – orang biasa namun dengan penampilan di luar batas
kewajaran.
Di beberapa kota besar di Indonesia,
waria sudah mulai melebarkan eksistensinya dengan membentuk komunitas waria
hingga nasional. Bahkan lebih lanjut, kelompok ini mendaftarkan diri di Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia sebagai anggota. Tujuannya ingin menjadi bagian
dalam penyelesaian pelanggaran HAM, khususnya yang terkait dengan isu
transgender. Kelompok ini dengan mengatasnamakan hak asasi manusia ‘memaksakan’
kehendaknya untuk diakui oleh masyarakat layaknya orang – orang normal yang
bisa melakukan aktivitas tanpa pandangan sinis ke arah mereka.
Jika kelompok ini berkeinginan untuk
menyelesaikan pelanggaran HAM terutama yang terkait dengan isu transgender,
maka penulis khawatir Indonesia akan menjadi Negara berikutnya yang melegalkan
pernikahan sesama jenis seperti di Inggris, Belanja, Jerman, Brazil, Prancis
dan beberapa Negara Barat lainnya.
Sementara ada 76 negara di dunia yang
menentang homoseksualitas, Indonesia
yang memiliki norma ketimuran dengan mayoritas penduduk beragama Islam malah melindungi kelompok ini dengan mengeluarkan UU
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pasal 3 ayat (2)
undang-undang tersebut menyebutkan “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian
hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum” dan ayat (3) berbunyi ,”Setiap
orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia,
tanpa diskriminasi”. Bahkan Pasal 5 ayat (3)
menyebut,”…berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan
dengan kekhususannya”. Berdasar aturan ini, kelompok waria oleh Komnas HAM kini
ditempatkan sebagai kelompok minoritas dalam Subkomisi Perlindungan Kelompok
Khusus.
Di pasal
1 ayat (1) menyebutkan bahwa hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Mahas
Esa dan merupakan anugerahNya yang patut dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan
serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Mari perhatikan definisi HAM
dalam pasal ini. Waria bukanlah anugerah yang diberikan Tuhan kepada manusia,
tapi merupakan penyimpangan seksual yang disebabkan oleh faktor – faktor
tertentu yang berasal dari diri pribadi. Waria berbeda dengan khuntsa. Khuntsa
adalah ketetapan dari Tuhan di mana seseorang yang khuntsa memiliki alat
kelamin ganda, hermaphrodite, bisexual, androgyne.
No comments:
Post a Comment