Thursday, 19 September 2013

Miss World, Perempuan, dan Pariwisata

Nurismawati Machfira, Alumnus Pendidikan Dokter Umum FK Unibraw, Penulis, Permanent Resident di Inggris

Pemerintah akhirnya membatalkan penutupan Miss World yang sebelumnya dijadwalkan di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Dengan demikian, penyelenggaraan Miss World 2013 hanya digelar di Bali. Tidak ada yang dilaksanakan di luar Pulau Bali, dari mulai pembukaan sampai acara penutupan.Di Indonesia, kontes kecantikan tertua di dunia ini menuai banyak kritik. Di antara yang menolak adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), MUI, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan sejumlah total 58 ormas Islam. Meski ditolak banyak kalangan Miss World tetap berjalan. Saat ini peserta dari sekira 130 negara telah berada di Indonesia.
Argumentasi Pendukung Miss World

Setidaknya ada tiga hal yang membuat pemerintah tetap mengizinkan pelaksanaan kontes, yakni, pertama, ajang Miss World diklaim sebagai wujud pemberdayaan perempuan. Kedua, perhelatan Miss World diharapkan berdampak positif bagi perekonomian karena pariwisata Indonesia terpromosikan. Ketiga, meningkatkan citra Indonesia di mata internasional.

Terkait yang pertama, Chairwoman of Miss Indonesia Organization, Liliana Tanoesoedibjo, mengungkapkan bahwa Miss World 2013 bukan hanya mengandalkan kecantikan, tetapi jugainner beauty dan jiwa sosial sebagai wujud pemberdayaan perempuan. Dalam situs missworld.com disebutkan bahwa setiap peserta setidaknya harus melewati 6 event tantangan (challenge events), yakni  sesi Beach Fashion, Beauty With a Purpose, Sport and Fitness, Talent Competition, Top Model dan World Fashion Designer Award.Untuk meredam suara pihak yang kontra, di sesi beach fashion, pemakaian bikini dihapuskan, digantikan dengan sarung Bali dengan dalih untuk menghormati nilai-nilai budaya Indonesia yang mayoritas Muslim.

Kontes kecantikan seperti Miss World biasanya mengusung konsep 3B (Beauty, Brain, and Behaviour). Rasanya kita juga boleh mempertanyakan, bagaimana bisa mengukur kecerdasan dan kepribadian hanya dalam waktu singkat saat kompetisi dilakukan? Apakah dengan kepiawaian menjawab pertanyaan seputar wawasan kekinian? Dengan menunjukkan kemampuan menyanyi dan bakat lainnya dalam talent event? Apakah hanya dengan itu kecerdasan seseorang bisa dinilai? Lantas bagaimana mengukur kepribadian kontestan? Apakah dengan kerja sosial dalam sesi Beauty With a Purpose yang singkat mendadak, kepribadian bisa ditentukan? Apa definisi cerdas dan kepribadian di sini? Yang pasti, tidak mungkin menjadi kontestan jika fisik tidak menawan.Wajarlah jika ada yang menyebut bahwa konsep 3B sejatinya hanya bermakna Beauty, Body, and (maaf) Buttock. Badan yang tinggi semampai jelas menjadi ukuran mutlak. Semua kontestan harus memenuhi syarat  tinggi minimal 5 kaki 6 inci (sekitar 167 cm). Para kontestan diukur payudara, pinggang dan pinggulnya untuk diseleksi oleh para juri guna memilih siapa yang memiliki ukuran ideal. Meski penyelenggaraan Miss World 2013 meniadakan sesi bikini, tiga ukuran vital kontestan akan tetap menjadi pertimbangan utama penjurian. Maka bila kita mau jujur mengakui, tak satupun sesi kompetisi menunjukkan aspek pemberdayaan, kecuali dalam pengertian mengeksploitasi perempuan. Seluruh sesi menunjukkan bahwa Miss World dipilih karena penampilan, melalui tahapan yang jelas-jelas mengabaikan nilai-nilai moral dan menodai kehormatan perempuan itu sendiri.

Terkait alasan kedua, yakni untuk promosi Indonesia ke seluruh dunia, juga terkesan mengada-ada. Benar, nama Indonesia akan disebut-sebut dalam pemberitaan dunia, dan 28 September 2013 nanti akan banyak mata tertuju ke Indonesia. Namun, tak ada jaminan bahwa dengan iklan ini serta-merta membuat masyarakat dunia ingin berbondong-bondong datang melancong ke Indonesia.

Dalam buku profil pariwisata Indonesia di kancah internasional terbitan Kemenbudpar, ada dua pesaing, yaitu pesaing Utama dan pesaing Khusus.Pesaing utama adalah negara-negara dengan beberapa kemiripan dalam industri pariwisata seperti jumlah kunjungan, keberadaan pasar utama, keberadaan pasar potensial, posisi geografis, dan produk wisata yang ditawarkan.Negara-negara yang termasuk pesaing utama bagi Indonesia adalahMalaysia, Thailand, Filipina, dan Vietnam. Sedangkan Singapura dan Australia dikategorikan sebagai pesaing khusus berdasarkan fungsi geografis dan strategi pemasarannya. Daya saing pariwisata Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain terutama dengan pesaing-pesaing di atas, hingga kini masih lemah. Kelemahan tersebut menyangkut masalah manajemen produk, kurangnya sajian atraksi pariwisata dan budaya, kondisi infrastruktur, sumber daya manusia (SDM), pengolaan destinasi wisata, pemasaran dan regulasi. Kelemahan lain, termasuk pula masalah bencana alam, keamanan dan kesehatan, seperti isu penyakit demam berdarah dan flu burung yang saat ini cukup menakutkan bagi wisatawan mancanegara untuk datang ke Indonesia.

Secara kasat mata, usaha efektifitas promosi Indonesia yang dilakukan sudah ketinggalan dari negara pesaing, yang sudah meluncurkan website-nya sejak lama. Sedang perkembangan teknologi informasi di daerah asal wisatawan dalam memperoleh informasi mengenai destinasi, akan lebih baik apabila lebih terkini. Demikian pula tentang terbatasnya informasi keamanan (security). Hal-hal tersebut diakibatkan oleh lemahnya penelitian pasar serta behavioural segmentation sebagai prakondisi implementasi promosi pariwisata Luar Negeri. Terbatasnya SDM baik kuantitas maupun kualitas menghambat aktivitas kegiatan pemasaran dan promosi Indonesia. Implikasi lain dari lemahnya SDM ini adalah lemahnya diplomasi dan Public Relations (kehumasan) pemerintah dalam mendongkrak citra Indonesia yang negatif di mata dunia internasional. Misalnya dalam menangani  isu-isu terorisme, penyakit menular, dan bencana alam (Rochajat Harun, Mencermati Daya Saing Produk Wisata Indonesia, 2008). 

Sementara Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Mudrajad Kuncoro, saat menjadi narasumber dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komite III (23/01/2013), menyatakan sebenarnya destinasi dan produk yang ditawarkan Indonesia sudah bagus, menarik dan terkenal, namun terkendala oleh masalah sampah dan aksesibilitas obyek wisata yang tidak didukung oleh infrastruktur berkualitas (dpd.go.id, 25/1). Seharusnya inilah menjadi fokus pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri pariwisatanya.
Argumentasi menaikkan citra di dunia internasional juga terdengar naif. Meningkatkan citra Indonesia mestinya diraih dengan kepemimpinan pemikiran dan teknologi yang memberikan manfaat, kebaikan dan rahmat bagi dunia. Menghadirkan perempuan-perempuan cantik sejagad di tanah air, tanpa keseriusan memperbaiki iklim usaha, regulasi, infrastruktur, dan SDM, sesungguhnya justru menjatuhkan martabat perempuan Indonesia sekaligus menunjukkan ketidakmampuan mengelola negara berikut potensi pariwisatanya dengan kaidah yang benar bersendikan moralitas dan nilai-nilai luhur.

Untuk kita renungkan

Syafril Nasution, Direktur Corporate RCTI, salah satu anak perusahaan MNC, menyatakan terdapat 40 desainer Indonesia yang karyanya akan dipakai kontestan. Ini tidak hanya menguntungkan Bali, tetapi juga Indonesia secara keseluruhan, (BBC Indonesia, 6/9). Dengan fakta-fakta di atas, sangat sulit memungkiri bahwa Miss World tidak beraroma mengeksploitasi perempuan. Kontes ini sebagaimana ajang Putri-putri dan Miss-miss-an lainnya, secara nyata menjadikan tubuh perempuan sebagai etalase produk industri.Perempuan dalam Miss World dan ajang sejenis adalah mesin pengeruk uang. Kontes kecantikan menjadikan perempuan, tubuh dan wajahnya sebagai barang dagangan di atas catwalk, majalah, koran, dan televisi. Ia menjadi alat promosi bagi industri kecantikan, komestik, fashion, dan media. Sebutan kontes hanyalah stempel bagi legalisasi eksploitasi tubuh perempuan agar tampak santun dan elegan.

opini Haluan Kepri 

No comments:

Post a Comment