Baru saja membaca laporan singkat tentang keluhan warga kelurahan  Senggarang tentang jalan yang belum diaspal sehingga becek ketika musim  hujan datang. Keluhan ini disampaikan langsung kepada Wali Kota  Tanjungpinang yang saat itu sedang safari Ramadhan.
Wali  Kota berjanji ( entahlah apakah benar berjanji atau hanya protokoler  semata ) untuk mengusahakan agar jalan ini di aspal, jika tak bisa  dilaksanakan tahun ini, maka tahun depan direlaisasikan oleh pemerintah  kota.
Mengapa pejabat senang sekali melakukan safari ramadhan di bulan ramadhan ini? Saya tak habis pikir...
Menurut  saya, tak ada gunanya mereka menggunakan anggaran pemerintah untuk  sekedar berkeliling dari mesjid ke mesjid dan beraksi untuk membaur  bersama warga yang lain. Tak sadarkah mereka bahwa sebesar apa pun usaha  mereka untuk membaur, mereka hanya akan menarik perhatian yang tak  perlu dari masyarakat. Lalu apa gunanya bertemu secara langsung dengan  rakyat? Agar dikatakan sebagai pemimpin yang merakyat? Benarkah? Atau  hanya sekedar ingin dekat dengan rakyat? Ingin dikenal? Ingin  mendengarkan keluhan mereka? Lalu jika sudah mendengar apa yang bisa  dilakukan?
Ingat sekali bagaimana mantan Presiden Megawati  ketika sedang berpidato di depan seluruh kader, pendukung dan  simpatisan menjerit pada seorang ketua DPD atau DPC PDI-P yang ternyata  tidak dikenal oleh anggotanya sendiri. Hahaha…. Kasihan sekali bapak  itu, ditengking di depan orang banyak, hilang kewibawaannya selaku  pemimpin. Apalagi siaran pidato itu ditayangkan langsung, tentu seluruh  rakyat Indonesia menonton.
Dalam kasus ini mungkin saja  dia layak disalahkan atau jangan – jangan si anggota sendiri yang memang  tidak mau peduli siapa yang memimpin.
Lain lagi cerita  khalifah Umar bin Khattab ketika patroli di malam hari kemudian  menemukan ibu dan anak – anak sedang kelaparan. Anak – anak yang  menangis menahan lapar itu dibujuk oleh ibu mereka dengan mengatakan  bahwa ia tengah merebus makanan dan ia meminta mereka untuk bersabar.
Mendengar  dan melihat hal ini, khalifah Umar pun menghampiri mereka. Diketahuinya  kemudian bahwa ibu tersebut sedang merebus untuk meyakinkan anak –  anaknya bahwa yang sedang ia masak adalah makanan untuk menalas perut  mereka. Menangis khalifah Umar menyaksikan hal ini dan dengan tubuhnya  sendiri ia mengangkat gandum untuk diberikan pada mereka yang kelaparan.  Bahkan ia tidak membiarkan pembantunya membantu dia.
Kemudian  ketika ia menyerahkan gandum tersebut pada ibu dan anak – anaknya,  ternyata keluarga itu tidak mengetahui bahwa ia adalah khalifah Umar.
Bagi  orang lain, pejabat turun ke masyarakat secara langsung seperti dalam  bentuk safari Ramadhan mungkin memiliki segi positif. Namun jika  kegiatan itu kadang – kadang berimbas kepada pejabat itu sendiri ini  malah menjadikannya masalah. Misalnya, seperti yang dihadapi oleh Bu  Tatik kali ini dan mungkin juga pejabat lain. Beliau menerima keluhan  dari rakyat yang merasa dirinya tak mendapat perhatian pemerintah. Soal  jalan yang dikeluhkan itu menurut saya merupakan sebuah penyampaian yang  bagus karena menyangkut kepentingan orang banyak.
Sebagai  imbasnya, Bu Tatik harus mengeluarkan kata – kata janji yang seharusnya  mulai dikuranginya menjelang masa akhir jabatannya selaku Wali Kota  Tanjungpinang. Menjanjikan bahwa jalan itu akan segera mendapat  penanganan dari pemko dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum, bagi saya  merupakan hal yang mengerikan. Karena dengan demikan masyarakat akan  selalu mengingat janji tersebut dan jangan salahkan siapa pun jika ianya  tak dapat terealisasikan.
Setelah mendengarkan keluhan,  dalam kata sambutannya Wali Kota Gurindam ini berpesan kepada masyarakat  agar senantiasa bersyukur atas nikmat dari Yang Maha Kuasa. Bulan  Ramadhan yang penuh ampunan dan rahmat dari Allah swt diharapkan dapat  melatih diri menjadi pribadi yang pandi bersyukur karena sesuai janjiNya  siapa yang bersyukur maka nikmat itu akan ditambah, serta pintu rezeki  akan dibukakan dari tempat yang tak terduga.
Sejuk rasanya  membaca pesan ini, dan saya berharap ini bukan hanya pesan lips service  pejabat kepada rakyat untuk terus bersyukur sementara dirinya tidak.  Besar harapan saya selaku rakyat biasa yang menginginkan kemakmuran dan  kesejahteraan bagi teman – teman sesama rakyat juga, pejabat – pejabat  di pemerintahan juga belajar bersyukur.
Mengurangi praktek  sunat anggaran mungkin merupakan realisasi dari rasa syukur tersebut.  Syukurilah upah yang didapat sebagai pelayan rakyat, jika minta tambah  apalagi mengambilnya dari rakyat sungguh keterlaluan dan benar – benar  tak bersyukur. Jika sudah begitu pantaslah kota ini mulai merangkak  kedalam lubang kemiskinan, rupanya pintu rezki itu perlahan – lahan  sudah ditutup. Wallahu’alam
# Mereka akan berkata : Kamu bisa berkata seperti ini karena kamu belum berada di posisi tersebut.
No comments:
Post a Comment