-->
Cerita tidak penting terkadang muncul begitu saja dalam hidup, namun di sebaliknya banyak sekali hikmah yang biasa kita ambil. Pagi ini saya berbaik hati untuk mengantar adik perempuan saya yang duduk di kelas VI SD. Mengantarnya ke sekolah bukanlah kebiasaan yang saya jalani tiap harinya, dikarenakan ibu kami pagi ini pundaknya sedang sakit, maka tugas negara ini diserahkan pada saya. Saat tiba di sekolah ternyata bel sudah berbunyi dan para guru sudah mengarahkan para siswa untuk membuat barisan karena mareka akan melaksanakan senam pagi.
Tiba – tiba, begitu saya akan berbalik untuk pulang, terdengar instruksi dari seorang guru agar kelas VI A merapikan barisannya. Sesungguhnya tidak ada hal yang aneh, tapi saya tersenyum sendiri. Mengapa? Hmm nada dan bahasa guru tersebut sama sekali tidak mencerminkan sikap seorang guru. Ada nada yang tidak lembut dalam suaranya serta bahasa yang kurang tepat digunakan di sekolah. Saya mencoba membayangkan rupa guru tersebut karena saya mendengarnya dari balik pagar. Bagaimana kira – kira mimik mukanya saat memberikan instruksi seperti itu.
Menyadari keburuksangkaan saya, saya langsung memohon ampun pada Allah. Saya tidak boleh menghakimi guru tersebut seenak hati. Belum tentu saya lebih baik. Saya mencoba menyusuri dan merasakan kembali bagaimana rasanya menjadi guru di sekolah yang tidak hanya memiliki satu atau dua orang siswa, tapi bisa mencapai puluhan siswa. Pastinya adalah hal yang sangat sulit sekaligus menantang untuk mengatur begitu banyaknya anak yang tingkatan umurnya tidak sama. Saya bisa membayangkan bagaimana repotnya guru – guru akan hal ini. Saya mulai mengagumi kesabaran guru – guru Sekolah Dasar yang sepertinya akan sangat sulit saya lakukan mengingat saya sendiri adalah orang yang kurang bisa mengendalikan emosi.
Setelah itu, kembali terbayang di kepala saya saat masih mengajar di Taman Kanak – Kanak. Kesulitan yang sama juga saya rasakan, tak hanya di lapangan tapi juga di dalam kelas. Mengatur mereka di dalam dan di luar kelas sama sulitnya. Walaupun begitu, pelayanan terbaik tetap kami usahakan sesuai dengan petunjuk dari Kepala sekolah.
Ada satu hal yang mengganjal di pikiran saya dalam perjalanan pulang terkait dengan guru tadi. Komplain. Masalah komplain orang tua adalah masalah yang paling ingin saya hindari selama mengajar. Orang tua tidak pernah membayangkan apa yang dihadapi guru sehari - harinya. Yang mereka ketahui hanyalah bahwa mereka menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut dan berharap mendapat pelayanan terbaik dari guru. Mereka tidak peduli bagaimana kewalahannya guru – guru menghadapi anak – anak mereka setiap harinya. Bagaimana repotnya mengatur sekian banyak siswa dengan hanya mengandalkan suara yang kemampuannya semakin hari semakin berkurang, bahkan tak jarang hilang.
Kebanyakan orang tua bila merasa tidak puas dengan apa yang diterima anak – anaknya di sekolah, padahal hanya masalah kecil, akan protes baik langsung ke pihak sekolah maupun tidak disampaikan secara langsung, melainkan dibicarakan pada masyarakat. Tentu saja ini akan membuat jelek citra guru secara tidak langsung. Kesan ketidakbecusan guru dalam menangani anak akan tersebar di masyarakat dan semakin mengurangi kepercayaan pada guru dan pihak sekolah.
Wahai Bapak/Ibu para wali murid, mengertilah bagaimana payahnya mereka para guru mendidik anakmu di sekolah. Kurangilah ketidakpuasanmu akan sekolah dan guru – gurunya. Apa yang mereka lakukan pada anak – anakmu adalah bagian dari proses pendidikan yang tidak akan pernah mereka dapatkan darimu. Hargailah guru - guru anak – anakmu, tak perlu menilai mereka dengan materimu, karena yang mereka butuhkan adalah hanyalah keberhasilan anakmu di masa depan.
Sabtu pagi, 3 April 2010
hidup bu guru nurul!!
ReplyDeletehidup bu guru nurul!!
hidup bu guru nurul!!
hidup bu guru nurul!!
hidup bu guru nurul!!
semangat banget kak...
ReplyDelete???
ReplyDeleteduo yang aneh..
dan lebih aneh lagi yang bilang kami duo aneh...
ReplyDelete