Berapa lama ya ga nulis di blog? Keasyikan nge tweet and nulis status di facebook. Belakangan emang rada sok sibuk ga jelas.
Meski lebih sering di rumah tapi jarang nyentuh laptop. Bisa kebayang dong gimana nasib tugas akhir itu.
Rencananya emang mau bimbingan tapi berhubung sedang ada musibah di kampus ya pending dulu.
Minggu lalu dapat kabar kalo suaminya Kak Nova staf tata usaha meninggal karena sakit. Maut memang misterius. Pasangan ini kan baru menikah, belum sampe 3 tahun dan belum dikaruniai anak pula. Semoga bertemu di surga
Beberapa hari yang lalu juga. Salah satu peserta mentoring saya, yang namanya Nova juga ditinggal sang ayah kembali pada Sang Khalik.
Mendengar malam itu isak tangis nya lewat telpon bikin saya speechless. Ga tahu mau bilang apa agar dia lebih tenang. Cuma bisa minta dia untuk wudhu.
Saya ingat kejadian beberapa tahun lalu saat seorang peserta mentoring juga bernama Nadia. Malam itu kami terkejut mendengar ayahnya juga meninggal di Karimun.
Saat kami di kosnya, saya tak juga tak bisa berkata banyak. Hanya bisa memandangi punggung Nadia yang berbaring membelakangi kami, terisak menahan tangis.
Mungkin saya belum mengerti perasaan mereka. Ditinggalkan oleh orang tua yang dicintai. Pastinya ada perasaan menyesal bahwa belum bisa menjadi anak yang baik. Menyesal belum meminta maaf dan sebagainya.
Merasa kehilangan itu, saya sama sekali belum pernah merasakannya.
Beberapa kakek saya sudah meninggal. Paman dari pihak ayah juga sudah meninggal. Entah karena mungkin tidak merasa begitu dekat atau karena memang karena lainnya.
Ketika Amak sepupu saya meninggal, saya pikir saya akan menangis tersedu sedu. Tapi saya bahkan lupa apakah saya menangis atau tidak. Saya hanya bisa mengingat bagaimana itu pertama kalinya saya ikut membantu memandikan jenazah.
Ah iya rasa teramat sedih saya rasakan ketika Bu Asiah dan Agus Syafriadi meninggal.
Bu Asiah itu rekan kerja saat saya mengajar TK. Kedekatan itu terbangun begitu saja. Saat ditelpon bahwa beliau meninggal, saya tak percaya. Bahkan masih sempat menyelesaikan rapat di kampus saking tak percayanya. Barulah setelah maghrib di rumah almarhum, saat melihat jasadnya terbujur baru saya meledak. Allahumaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu’anha.
Terakhir kali tahun lalu saat Agus meninggal. Adik kelas yang bahkan belum pernah saya temui. Begitu membaca kabar tentang di twitter air mata saya seperti tak mau berhenti mengalir.
Dan di sanalah pertemuan pertama sekaligus terakhir saya dengan Agus. Di mesjid Ganet ketika akan menshalatkannya. Jasad panjangnya terbujur di dalam keranda. Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu
Kepadamu yang telah ditinggalkan orang oramg tercinta bertakbirlah. Allah uji seseorang sesuai kemampuannya. Bersabarlah karena Allah menjanjikan surga bagi orang orang sabar.
Saat kesedihan dirasa berlarut larut ingatlah bahwa di luar sana ada banyak orang ditimpa musibah yang lebih berat daripada kita. Ada orang yang ditinggalkan oleh seluruh ahli keluarga dalam satu malam.
Semoga kita termasuk orang orang sabar dan dikumpulkan dalam surga Allah SWT
Meski lebih sering di rumah tapi jarang nyentuh laptop. Bisa kebayang dong gimana nasib tugas akhir itu.
Rencananya emang mau bimbingan tapi berhubung sedang ada musibah di kampus ya pending dulu.
Minggu lalu dapat kabar kalo suaminya Kak Nova staf tata usaha meninggal karena sakit. Maut memang misterius. Pasangan ini kan baru menikah, belum sampe 3 tahun dan belum dikaruniai anak pula. Semoga bertemu di surga
Beberapa hari yang lalu juga. Salah satu peserta mentoring saya, yang namanya Nova juga ditinggal sang ayah kembali pada Sang Khalik.
Mendengar malam itu isak tangis nya lewat telpon bikin saya speechless. Ga tahu mau bilang apa agar dia lebih tenang. Cuma bisa minta dia untuk wudhu.
Saya ingat kejadian beberapa tahun lalu saat seorang peserta mentoring juga bernama Nadia. Malam itu kami terkejut mendengar ayahnya juga meninggal di Karimun.
Saat kami di kosnya, saya tak juga tak bisa berkata banyak. Hanya bisa memandangi punggung Nadia yang berbaring membelakangi kami, terisak menahan tangis.
Mungkin saya belum mengerti perasaan mereka. Ditinggalkan oleh orang tua yang dicintai. Pastinya ada perasaan menyesal bahwa belum bisa menjadi anak yang baik. Menyesal belum meminta maaf dan sebagainya.
Merasa kehilangan itu, saya sama sekali belum pernah merasakannya.
Beberapa kakek saya sudah meninggal. Paman dari pihak ayah juga sudah meninggal. Entah karena mungkin tidak merasa begitu dekat atau karena memang karena lainnya.
Ketika Amak sepupu saya meninggal, saya pikir saya akan menangis tersedu sedu. Tapi saya bahkan lupa apakah saya menangis atau tidak. Saya hanya bisa mengingat bagaimana itu pertama kalinya saya ikut membantu memandikan jenazah.
Ah iya rasa teramat sedih saya rasakan ketika Bu Asiah dan Agus Syafriadi meninggal.
Bu Asiah itu rekan kerja saat saya mengajar TK. Kedekatan itu terbangun begitu saja. Saat ditelpon bahwa beliau meninggal, saya tak percaya. Bahkan masih sempat menyelesaikan rapat di kampus saking tak percayanya. Barulah setelah maghrib di rumah almarhum, saat melihat jasadnya terbujur baru saya meledak. Allahumaghfirlaha warhamha wa’afihi wa’fu’anha.
Terakhir kali tahun lalu saat Agus meninggal. Adik kelas yang bahkan belum pernah saya temui. Begitu membaca kabar tentang di twitter air mata saya seperti tak mau berhenti mengalir.
Dan di sanalah pertemuan pertama sekaligus terakhir saya dengan Agus. Di mesjid Ganet ketika akan menshalatkannya. Jasad panjangnya terbujur di dalam keranda. Allahumaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu
Kepadamu yang telah ditinggalkan orang oramg tercinta bertakbirlah. Allah uji seseorang sesuai kemampuannya. Bersabarlah karena Allah menjanjikan surga bagi orang orang sabar.
Saat kesedihan dirasa berlarut larut ingatlah bahwa di luar sana ada banyak orang ditimpa musibah yang lebih berat daripada kita. Ada orang yang ditinggalkan oleh seluruh ahli keluarga dalam satu malam.
Semoga kita termasuk orang orang sabar dan dikumpulkan dalam surga Allah SWT
No comments:
Post a Comment