Tuesday 7 May 2013

Anakku Dimakan Kucing

Pagi ini kurasakan ada pergerakan dari orang - orang di rumah. Aku yang sedang beristirahat setelah semalaman mencari makanan menjadi cemas dan waspada akan terjadi sesuatu yang tak diinginkan. Aku teringat anak - anak ku yang baru saja lahir sedang mendekam kedinginan di sudut kamar. Mereka mungil, begitu melihat mereka lahir rasa sakit setelah melahirkan menjadi hilang entah ke mana. Maha Suci Allah yang sudah memberikanku kesempatan untuk melahirkan. 

Si Ibu sudah mulai bergerak mencari sesuatu yang bau di kamarnya, kulihat juga anak laki - lakinya yang ikut  membantu. Ckckck anak beranak yang kompak. Tapi aku tak suka dengan apa yang mereka lakukan pagi ini. 

Jantungku berdegup dengan kencang ketika langkah kaki mereka mendekati tempat persembunyian anak - anakku yang mungkin sekarang sedang meringkuk dingin dan ketakutan. Bahaya mendekat, ya Allah apa yang harus kulakukan. Aku tak mungkin mendekat untuk menyelamatkan mereka dari cengkraman Ibu dan anak yang menakutkan itu. Tubuh mereka besar, berpuluh kali lipat dariku. 

"Haaaa ko nyoa, Sup. Dapek dek ibu", jantungku langsung mencelos ketika kudengar si Ibu berkata dengan riangnya ke anak laki - lakinya. 

Seketika mereka menjumput anak - anakku dan memasukkan ke dalam kantong asoi. Kasur tipis yang kujadikan tempat persembunyian itu langsung diangkat keluar. Wajah anak - anakku begitu pucat dan penuh aura ketakutan. 

Kasur yang sudah tersimpan lama itu memang sudah kugigiti agar bisa jadi tempat persembunyian sekaligus untuk beristirahat. Buatku sangat empuk apalagi setelah melahirkan. Orang - orang di rumah, terutama si Ibu mungkin berpikir aku tak lagi ada di rumah itu karena ia sudah begitu apiknya menyimpan barang - barang.

Meski begitu aku tetap bisa mengambil makanan yang tersisa bahkan yang masih terbungkus sekalipun. Malam - malam saat mengitari rumah kadang kudapati roti yang disisakan oleh si Ibu untuk anak pertamanya. Ah sayang bukan rezeki gadis itu, roti itu berhasil kurebut sebelum ia sempat memakannya di pagi hari. Mie instant yang telah dibungkus dengan kantong - kantong asoi hitam pun berhasil kugigiti dan kubawa sedikit demi sedikit untuk anak - anak. 

"Wak pangaan ko bu?" kata si anak laki - laki

"Agiah an se ka kuciang" kata si Ibu pelan.

Tak bisa kubayangkan mereka yang masih kecil kecil itu dimakan oleh musuh bebuyutan kami yang dari tadi memang ikut mengitari si Ibu dan anak laki - lakinya. Aku pun tak bisa berbuat apa - apa, hanya memohon ampun kepada Allah SWT atas kelalaianku menjaga keselamatan anak - anak yang bahkan belum bisa berjalan itu. 

Si anak laki - laki berjalan keluar rumah untuk memberikan kucing makanan lezat, anak - anakku. Hanya tangisan yang bisa kuberikan tanpa kata - kata. Tak ada seorang pun teman yang bisa kujadikan tempat bersandar untuk jadi tempat berkeluh kesah. Aku tau ini takdir kami, takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT ketika kami diciptakan. Aku hanya bisa bersyukur bahwa aku dan anak - anak pernah lahir ke dunia. 

Tak lama kemudian si anak laki - laki memasuki rumah, dengan tangan kosong yang artinya, anak - anakku sudah tak lagi berada di dunia melainkan di dalam mulut menuju perut kucing itu. Ah, selamat jalan anakku.

Kutinggalkan rumah tersebut dengan hati perih dan kesedihan yang mendalam. Aku harus mencari tempat baru karena si Ibu dengan bantuan anak laki - lakinya dengan bersemangat pagi ini kembali membersihkan seluruh isi rumah. 

cit ciiitt........ 

*terinspirasi oleh penangkapan tikus pagi ini :p maaf kalo agak aneh


No comments:

Post a Comment