Oleh Nurul
Azizah
Bukan karena entah kenapa bertahan di KAMMI sejak
semester satu. Banyak alasan yang menguatkan kaki untuk terus bersama dengan
orang – orang di KAMMI untuk menjalankan roda organisasi. Meski pernah suatu
waktu menyadari mungkin KAMMI Kepri tak akan bertahan lama. Kondisi pengurus
dan kader yang lupa menyematkan semangat kadang membuat diri kehilangan
motivasi untuk bergerak.
Mencintai KAMMI adalah mencintai apa yang ingin
diwujudkan oleh KAMMI. Mencintai KAMMI adalah mencintai cara KAMMI mewujudkan
tujuan. Mencintai KAMMI adalah mencintai kerikil – kerikil dan batu sandungan
di KAMMI. Mencintai KAMMI adalah mencintai orang – orang di KAMMI. Mencintai
orang – orang yang mengajak, orang – orang yang membina, orang – orang yang
membimbing, orang – orang yang menyebalkan, orang – orang yang keras, orang –
orang yang lebih senang bergerak ketimbang diam duduk di rumah. Mencintai KAMMI
adalah mencintai resiko ketergabungan diri dalam organisasi ini.
Kehadiran KAMMI di sela – sela aktivitas kuliah
memunculkan rasa syukur telah bergabung di dalamnya. Melihat orang lain yang
tak bergabung kadang terasa menyedihkan sekaligus menggembirakan. Sedih saat
mereka tak bisa menikmati apa yang kami dapatkan, gembira karena janji Allah
SWT tentang orang – orang beriman yang terpilih untuk meneruskan risalah
perjuangan Rasulullah SAW. Bukan berbangga diri, hanya merasa bersyukur.
Jika memiliki kesempatan dan ingatan, ada satu hal
yang ingin disampaikan kepada para mahasiswa yang megikuti Dauroh Marhalah 1
kelak, “KAMMI adalah kumpulan orang –
orang yang tak betah diam dan hanya duduk di rumah meski di hari libur. Mereka
adalah orang – orang yang akan merepotkan diri sendiri untuk mendaki surga
Allah. Antum sanggup menjadi kader KAMMI??? Sanggupkah mengikuti seluruh
aktivitas di KAMMI? Mengikuti perputaran roda yang berputar begitu cepat hingga
tak ada waktu untuk berhenti?? Silahkan mundur jika tak mampu!”
Mencintai adalah berani untuk berkorban, memberikan
seluruh jiwa dan raga untuk yang dicintai. Harta, waktu dan seluruh pikiran
bahkan perasaan. Tak ada waktu untuk merajuk di KAMMI. Mengorbankan ego, harga
diri dan rasa ‘malu’ hanya untuk terus bertahan di KAMMI. Meneruskan perjuangan
KAMMI, terutama KAMMI Kepri yang ada di tahun 2007.
Mereka yang
Mencintai KAMMI
Sebuah anugerah mengenal mereka yang berkecimpung di
KAMMI, khususnya KAMMI Kepri. Di awal pengenalan, kami sudah diberikan
tantangan “KAMMI hanya untuk orang – orang yang serius, jika antum bergabung di
KAMMI hanya untuk main – main atau ikut – ikutan lebih baik tidak usah
bergabung di sini!!!”. Tajam, menusuk dan membuat saya marah karena merasa
diremehkan oleh orang itu (moga tetap istiqomah ya Kak).
Menyambut tantangan tersebut, saya memasuki gerbang
utama, bismillah. Di akhir acara kami kembali bertemu dengan salah satu pecinta
KAMMI yang lain dengan satu pesan penutup, “Bertahan di KAMMI itu tidak sulit,
ikuti seluruh kegiatan dan berkomitmenlah. Hal tersulit di sini adalah menjaga
interaksi dengan ikhwan, karena itu perhatikan dan jagalah interaksi tersebut
agar keterlibatan itu tak terkotori.”
Singkat namun meninggalkan kesan yang mendalam.
Di masa pelatihan pun datang seorang akhwat yang
sudah saya kenal dari SMA dalam acara – acara rohis. Dalam keadaan hamil ia
mengunjungi peserta dari kamar ke kamar dan duduk untuk mengobrol barang
sebentar. Wah, rajin banget nih kakak nyamperin peserta satu per satu, padahal
lagi hamil besar, pikir saya ketika itu.
Rupanya setelah itu, dialah orang yang paling keras
suaranya di antara para akhwat saat takbir. Suara kerasnya ketika bertakbir
menghilangkan rasa segan dan malu saya untuk turut serta meneriakkan takbir di
tiap pertemuan maupun kegiatan. Meski tak sekeras suaranya karena hingga hari
ini di sekumpulan akhwat KAMMI Kepri, suaranya lah yang paling nyaring
bertakbir. Melalui takbir tersebut, ia mencoba menyalurkan ghiroh
perjuangannya. Allahu akbar!!! Moga selalu istiqomah, Kak
Tak sekedar itu, suatu waktu ada kisah yang saya
dapatkan dari para akhwat senior di KAMMI tentangnya. Saat ia bergabung di
KAMMI ia mendapatkan kecelakaan yang cukup parah. Meskipun ceritanya tak detil
dalam ingatan saya namun gambaran luka – luka yang ia dan temannya dapatkan
betul – betul membuat saya merinding. Dan kecelakaan itu terjadi saat mereka
akan menuju lokasi untuk kegiatan KAMMI. Subhanallah, entah balasan seperti apa
yang telah menunggu mereka di surga nanti….
Kadang kejadian ini membuat saya malu pada diri
sendiri, namun kejadian ini pula lah yang menguatkan hati untuk terus bertahan
dan berkontribusi. Setiap melewati lokasi kecelakaan tersebut, saya
membayangkan darah segar dan serakan kendaraan tersebut. Allah, perjuangan ini
tak boleh berhenti dan berikan mereka kasih sayangMu. Mereka yang terluka,
mereka yang kehilangan kendaraan, mereka yang kehilangan harta dan mereka yang
kehilangan waktu.
Ketika ditanya mengapa mencintai KAMMI, jawabannya
sederhana. Karena tak ada yang bisa saya benci di KAMMI.
No comments:
Post a Comment