Wednesday, 7 January 2015

What's Your First Priority?

Aku tak bisa berpikir dan memprioritaskan segala sesuatunya dengan benar. Segala teori fiqih prioritas menghilang entah ke mana meski sebelumnya aku juga tak melakukan semuanya sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Kesalahan adalah sesuatu yang wajar, namun ketika ia terjadi terus menerus maka aku harus bertanya mengapa kesalahan yang sama terulang terus menerus dalam waktu yang berdekatan. Ketika aku tak lagi mampu membuat skala prioritas dalam aktivitas, kutakut kerusakan diri menjadi semakin besar. Khawatir ia tak bisa kembali seperti semula. 

Ibarat seorang laki-laki yang terbiasa melampiaskan kemarahannya dengan memaku dinding rumah belakang yang terbuat dari kayu. Sengaja memang dibuat begitu untuk membuat ia menghilangkan kemarahannya. Menghindar dari berbuat sesuatu yang bisa berakibat fatal karena dipicu kemarahan yang tak seberapa. Setelah ia tenang, paku-paku itu ia cabut kembali. Tetap saja, tempat yang terpaku tak akan pernah bisa kembali rata seperti sedia kala. 

Mencoba mencari jalan keluar dari labirin yang mungkin sebenarnya sangat kecil. AKu tak sedang berada dalam labirin seperti yang dihadapi oleh Harry Potter dan tiga peserta Goblet of Fire lainnya. Di sini tak ada jebakan yang mematikan apalagi piala yang bisa membuatku berpindah ke dunia lain dan menyaksikan pemandangan yang mengerikan kebangkitan Voldemort. 

Tantangan itu adalah aku bisa mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan segala keinginan yang tidak pada tempatnya dan tidak pada waktu yang tepat pula. Begitu banyak hal yang ingin dilakukan, tapi sayang saat ini bukan itu yang harus kulakukan. Ayolah, meraih perdamaian ini tak sesulit anak-anak Palestina berjuang mempertahankan tanahnya. Harusnya aku malu. 


No comments:

Post a Comment