Wednesday, 17 August 2011

BEM STAI MU Gelar Buka Puasa Bersama di Rutan

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Miftahul Ulum mengadakan buka puasa bersama belasan remaja penghuni rumah tahanan, Selasa (16/8) di Rumah Tahanan Kampung Jawa tepatnya di Jl. Pemasyarakatan, Tanjungpinang.

"Kami ingin menjalin silaturahim dengan anak - anak yang ditahan di sini dengan harapan kedatangan kami dapat menghibur serta membangkitkan rasa percaya diri mereka", ujar Suhardi, koordinator kegiatan tersebut.

Ditambahkan oleh Ketua Forum BEM Peduli Anak ini bahwa ia berharap kegiatan ini tidak sekedar kegiatan seremonial belaka karena akan ada kegiatan selanjutnya dari teman - teman BEM untuk membina mereka yang masih berusia remaja, di bawah 18 tahun.

"Anak - anak ini juga merupakan bagian dari masyarakat kita, namun terkadang orang - orang memandang rendah sehingga ketika keluar para tahanan, anak - anak ini merasa malu untuk berbaur dengan yang lainnya", kata Nurul Azizah, Ketua BEM STAI Miftahul Ulum.

Gadis kelahiran 8 Januari 1990 ini berharap dengan kegiatan ini mereka termotivasi untuk tidak menyerah pada kehidupan karena sesungguhnya mereka adalah calon orang - orang hebat negeri ini.

Tuesday, 16 August 2011

Transformasi Nilai Islam ke dalam Kebijakan dan Tata Aturan Kemahasiswaan

Mengapa kita perlu mengisi pos / wilayah siyasi ? bentuk dakwah seperti apa yang bisa dijalankan ?
Pendekatan dakwah yang di lakukan dalam siyasi memang cukup berbeda dengan apa yang dilakukan di dakwiy. Perbedaan mendasar adalah bentuk dari dakwah itu sendiri, seringkali dakwah dalam siyasi terkesan abstrak atau bahkan tidak jelas. Tetapi yakinlah, sesuatu yang abstrak dan tidak jelas, bila dilakukan dengan konsisten akan berdampak besar pula pada akhirnya.

Mengisi sayap dakwah siyasi adalah bagian dari tahapan membangun dakwah kampus yang komprehensif. Pendekatan yang dilakukan memang bernuansa politis, namun itu adalah bagian dari persiapan kita menghadapi dunia politik di luar kampus. Wilayah siyasi dalam bahasan ini meliputi Badan Eksekutif Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Jurusan serta Unit Kegiatan Mahasiswa. Ketiga organisasi kemahasiswaan ini perlu untuk kita sentuh dengan nuansa dakwah, agar penyebaran nilai Islam dapat dirasakan di seluruh penjuru kampus.

Semangat yang coba kita angkat dalam menjalankan dakwah siyasi adalah agar setiap mahasiswa dapat merasakan indahnya Islam dimanapun dia beraktivitas. Selain itu, kita tentu juga berharap dengan adanya dakwah siyasi, sebagai seorang aktivis dakwah, kita akan mampu mengembangkan diversifikasi strategi dakwah yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi dari kampus kita masing-masing. Sehingga bisa kita ambil kesimpulan sederhana, bahwa dakwah siyasi adalah sebuah pola dakwah yang sangat tidak konvensional, berbagai upaya rekayasa, dan siasat sangat dibutuhkan dengan tujuan agar semakin banyak mahasiswa dalam sebuah kampus yang tersentuh oleh nilai Islam.

Kadang, ada yang bertanya, kenapa seorang aktivis dakwah perlu menjadi seorang Ketua Himpunan Mahasiswa atau Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa. Jawaban saya sangat sederhana sekali, ”bila bukan kita, maka siapa lagi?”, dalam konteks ini saya ingin membuka wacana bahwa bila posisi strategis tersebut di isi oleh seorang yang tidak memiliki visi peradaban yang komprehensif, maka apakah organisasi kemahasiswaan tersebut akan berkembang sesuai dengan mimpi yang kita yakini ?.

Keberadaan aktivis dakwah dalam posisi tersebut diharapkan dapat mendorong kebijakan-kebijakan serta program kerja yang menunjang dakwah itu sendiri. Lebih dari itu juga, keberadaan seorang pemimpin dalam lingkungan yang heterogen akan memberikan kesempatan bagi seorang aktivis dakwah untuk menyebarkan nilai Islam melalui kepemimpinannya tersebut. Ia sangat dituntut untuk dapat memberikan keteladanan, dan menunjukkan perbedaan qualitas antara pemimpin dari aktivis dakwah dengan pemimpin yang bukan merupakan aktivis dakwah.

Manfaat lain dari mengisi ruang-ruang kepemimpinan dalam organisasi kemahasiswaan adalah untuk mengoptimalkan sumber daya (manusia, jaringan, serta dana) untuk kebutuhan perwujudan mimpi dakwah. Akses informasi yang dapat di kelola oleh pemimpin organisasi kemahasiswaan dapat juga di manfaatkan dengan seksama untuk kebutuhan pengembangan diri aktivis dakwah dan juga kebutuhan bersama.

Namun, tentu kita tidak hanya bisa berpikir se-sempit itu ketika memimpin sebuah organisasi kemahasiswaan. Massa kampus tentu akan melihat sejauh mana kualitas kita dari pencapaian yang kita raih. Seperti yang saya utarakan sebelumnya, mampukah kita membuat perbedaan ketika memimpin ?. Perbedaan yang positif tentunya, serta dibutuhkan pula perbedaan yang signifikan ketimbang ketika bukan aktivis dakwah yang memimpin.

Dari mana massa kampus menilai kualitas kita ?

Mereka menilai dari apa yang mereka rasakan, itulah fitrah seorang yang dipimpin. Bukan tentang apa yang pemimpin janjikan, tetapi melainkan bukti dan apa yang telah mereka rasakan. Meski menurut kita, kita telah bekerja dengan keras, namun bila massa kampus menilai kita belum optimal, maka kita harus berlapang dada menerima kritikan yang ada serta berusaha untuk terus membuktikan kapasitas kepemimpinan kita.

Inilah yang menjadi tantangan bagi dakwah siyasi, karena ketika ada seorang aktivis dakwah kampus yang ditokohkan, maka ia akan secara langsung dikenal sebagai aktivis dakwah, sehingga segera beban moral dan tanggung jawab ke-Islam-an melekat pada dirinya. Tak pelak, memastikan ADK yang ditokohkan memenuhi kualifikasi kapasitas tertentu menjadi mekanisme yang perlu disiapkan dengan cermat. Jangan sampai ADK yang ditokohkan justru menjadi bumerang bagi dakwah kampus karena ia tidak bisa merepresentasikan dakwah dengan penuh kredibilitas.

Ketokohan tentu akan menjadi sia-sia tanpa kinerja, inilah yang juga perlu disiapkan dengan baik oleh para ADK yang memimpin organisasi kemahasiswaan. Mereka perlu dibekali oleh segala kapasitas dan pengetahuan yang dapat menunjang dan menjadikan ia dapat memberikan perbedaan ketika memimpin. Bila itu bisa di wujudkan, maka akan sangat berdampak sangat signifikan dalam dakwah. Kita dapat memberikan pembuktian serta citra bahwa dengan keberadaan kepemimpinan di tangan ADK adalah sebuah hal yang baik.

Dalam segi program atau kebijakan, dengan keberadaan dakwah siyasi, kita dapat menyisipkan berbagai agenda dakwah kita ke dalam agenda atau wahana formal kemahasiswaan. Seperti contohnya, kita bisa mendorong adanya kegiatan keagamaan di dalam kegiatan kaderisasi mahasiswa, atau dapat juga melalui memastikan tingkat ke-syar’i-an sebuah agenda, seperti tidak adanya kegiatan yang menonjolkan aurat perempuan.  Dengan keberadaan pemimpin kemahasiswaan dari ADK, menjadi sebuah tuntutan bagi kita untuk memastikan keberadaan kita juga bermanfaat untuk membangun lingkungan yang Islami. Memulai segala hal dengan tepat waktu dan di dukung oleh etos kerja yang profesional juga merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan lingkungan yang Islami di kampus.

Selain itu, keuntungan yang dapat dimanfaatkan apabila ADK yang menguasai organisasi kemahasiswaan adalah dengan mendorong penempatan ADK di berbagai lini strategis di organisasi kemahasiwaan tersebit. Seperti bidang kaderisasi, sosial politik atau bidang lain yang dapat memberikan pengaruh bagi perkembangan dakwah.

Segala proses dan upaya mewujudkan kampus yang Islami tentu membutuhkan waktu dan keberlanjutan. Konsistensi dalam pemenangan dakwah siyasi serta regenerasi yang efektif menjadi kuncu utama agar dakwah siyasi ini dapat bermanfaat dan berdampak besar. Seperti yang saya utarakan di awal, bahwa dakwah siyasi ini cukup abstrak hasilnya bila kita hanya melihatnya dalam jangka waktu yang pendek. Namun, bila kita memandang dakwah siyasi adalah sebuah langkah yang berkelanjutan, maka yang abstrak tersebut akan menemukan titik cerahnya.


#copas abis dari blog Pak Ridwansyah Yusuf Achmad, penulis buku Menuju Kampus Madani
http://ridwansyahyusufachmad.wordpress.com/2011/07/31/transformasi-nilai-islam-ke-dalam-kebijakan-dan-tata-aturan-kemahasiswaan/#comment-3090

Monday, 15 August 2011

Kembali ke Mesjid


Sudah menginjak malam ke 16 Ramdhan. Dari 16 malam, ternyata saya hanya melewatkan shalat tarawih di mesjid selama tiga kali ( what the hell !! ) selebihnya di rumah, bahkan ada yang tidak sama sekali. Duh kondisi keimanan emang gak konsisten. 

Malam ini untuk pertama kalinya sholat di mesjid perumahan yang telah membesarkan saya itu hehehe…… Mesjid Sya’arillah. Banyak cerita dan motivasi ketika dulu berkecimpung menjadi anggota remaja mesjid di sana. Meskipun tak banyak kegiatan yang kami adakan, hanya saja, inilah basis yang sudah membentuk saya hingga menjadi seperti ini. 

Jadi teringat buku yang ditulis Andi Rahmat dan Muhammad Najib Perlawanan dari Mesjid Kampus. Hehehehe tahun sebelum reformasi di mana gerakan bawah tanah yang dimulai dari mesjid – mesjid kampus bergerak perlahan mempersiapkan generasi pendobrak yang kemudian menciptakan reformasi 1998 dengan memaksa Soeharto untuk turun dari kursi presiden. 

Nah malam ini saya dikejutkan dengan hal – hal yang sama sekali di luar dugaan. Anak – anak itu bertambah besar ( yaaa gak mungkin juga tambah kecil ). Maksudnya, saya sama sekali tak mengira bahwa waktu berlalu dengan sangat cepat tanpa saya sadari.



Dalam bayangan saya, mereka masih duduk di bangku SMP dan SMA. Dan malam ini ternyata mereka sudah tidak lagi di posisi yang saya pikirkan. Astaghfirullah…….

Di mana saya ketika mereka tumbuh menjadi remaja? Di mana saya ketika mereka harus menghadapi pergolakan remaja yang sama sekali tidak mereka duga. Apa yang telah saya lakukan untuk membantu mereka melewati masa – masa itu?

Yang kini ada di depan mata saya, bahwa mereka tumbuh tidak seperti yang Islam harapkan. Masya Allah, di mana saya saat itu???

Memutar balik kenangan masa lalu yang sudah menjadi sejarah, saya merasakan betul betapa saya dibimbing dengan kasih sayang oleh para tokoh masyarakat yang ada di lingkungan saya. Betapa getolnya mereka agar kegiatan di mesjid itu ada. Berapa dana yang mereka keluarkan untuk membiayai kegiatan, meskipun hanya sekedar buka puasa bersama. Letih tokoh – tokoh itu masih terbayang di pelupuk mata ini. 

Melalui tangan – tangan mereka juga lah Allah swt memberikan hidayahNya kepada saya ketika itu. Melalui bibir merekalah, Allah mengajarkan kalamnya kepada saya sehingga pemahaman itu merasuk ke dalam pikiran saya. Melalui doa mereka juga lah saya meraih apa yang mungkin tak diraih oleh teman – teman seumuran saya, meskipun saya menyadari apa yang saya peroleh hari ini belum ada apa – apanya. 

Salahkah langkah dakwah saya selama ini? Bersama teman – teman kampus, saya mencoba untuk menyusun keeping – keping mimpi para pendahulu. Bersama mereka saya mencoba untuk mengajak orang lain pada jalan yang pernah saya tempuh dan saya yakini kebenarannya ( Insya Allah ). 

Di lain sisi, di waktu yang bersamaan, ternyata saya sudah meninggalkan mesjid tempat saya dibesarkan. Berapa banyak saya menolak atau pun izin saat mereka sedang mengadakan kegiatan. Berapa banyak alasan yang saya kemukakan hanya karena kemalasan saya bertemu dengan mereka, yang seharusnya ada dalam pembinaan saya. Kesombongan saya begitu tinggi.

Sikap meremehkan saya sudah keterlaluan! 

Dalam bukunya Menuju Kampus Madani, Ridwansyah Yusuf Achmad mengatakan ( saya lupa halaman dan redaksi yang tepatnya ) bahwa ketika seseorang telah menyelesaikan studinya di kampus, itu bukan berarti tugasnya sebagai Aktivis Dakwah Kampus ( ADK ) menjadi berhenti seketika itu juga. Diharapkan mereka dapat menjadi alumnus – alumnus yang pakar di bidangnya, dan di antara mereka ada yang tetap mengurus dakwah kampus. 

Untuk mencapai tujuan dakwah kampus maka diperlukan kerja yang berkesinambungan, bukan dengan artian ganti kepengurusan, ganti program kerja. Pak Yusuf mengemukakan seharusnya para alumnus tersebut tidak serta merta meninggalkan dakwah kampus, mereka mestilah menjadi pionir untuk memotivasi para junior yang masih kuliah. 

Dari pernyataan ini, saya menyadari saya telah membuat kesalahan besar dalam hidup di mana saya telah menelantarkan mereka yang ada di lingkungan rumah saya. Untuk apa saya bersibuk ria di luaran jika lingkungan saya sendiri pun tak terkondisikan dengan baik. 

Apa yang dapat saya lakukan sekarang hanyalah menyusun rencana agar mereka kembali aktif di mesjid, mendapatkan apa yang dulu saya dapatkan. Semoga dimudahkan!!



*Sebuah doa dari seorang ustadzah 
Ya Allah jangan kau halangi hidayahMu kepada mereka melalui lisanku