Dalam suasana dingin dengan hujan terus menerus turun dari pagi, muncullah cerita dari alam bawah sadar saya. Beberapa bulan belakangan dan bisa saja beberapa bulan ke depan, otak agak penuh dengan kata – kata perekrutan. Tampaknya saya sudah mulai tertulari virus rekrut merekrut dari senior – senior saya yang juga lagi gencar- gencarnya merekrut untuk antisipasi regenerasi organisasi ( wow, si semua heee ).
Tibalah saatnya saya menceritakan hal ini kepada sepupu saya tercinta yang sebentar lagi akan menikah ( wow! ) tentang aktivis dengan jilbab lebarnya yang suka berkibar – kibar itu ( untunglah saya tidak pernah bertemu dengan akhwat yang mengenakan jilbab warna merah putih, kan repot harus hormat terus pada jilbabnya ).
Kemudian sepupu yang wajahnya lebih imut daripada adek – adeknya ini bertutur tentang strategi pondokan akhwat di kampusnya dulu. Nah, tradisi aktivis di daerah X ( tidak perlu saya sebutkan nama tempatnya ) adalah mereka mengumpulkan seluruh kader dalam satu pondokan untuk memudahkan pengawasan dan pembinaan. Cara ini terbukti sangat efektif dengan terbinanya para anggotanya dengan baik dan mereka juga memiliki militansi yang tinggi ( maaf ya klo bahasanya salah ).
” Tapi nang, ngumpulin mereka di satu tempat kan agak sulit. Mustahil di pondokan itu semuanya adalah kader. ”
Lalu bergulirlah cerita sepupu saya ini. Di pondokan yang bisa terdiri dari 10 kamar itu masuklah dua orang akhwat untuk tinggal di sana. Nah, mereka kemudian perlahan tapi pasti mulai mengajak seluruh isi pondok untuk berpenampilan seperti mereka ataupun ikut kegiatan – kegiatan yang ada di kampus maupun luar kampus. Hal ini dilakukan hampir setiap hari tanpa rasa bosan. Bagi mereka yang merasa tidak betah dengan hal ini memilih untuk angkat kaki dari pondokan tersebut untuk tinggal di tempat yang lebih nyaman buat dirinya. Keluar satu orang, masuk pulalah satu orang yang sama dengan akhwat tadi. Begitu seterusnya hingga orang – orang yang tidak betah dengan hal tersebut satu persatu menyusul untuk pindah dari situ. Nah jadilah pondok itu dikuasai oleh akhwat – akhwat tersebut.
Hahahahaha.....
Saya sendiri tidak percaya dengan cerita tersebut karena terkesan sadis sekali strategi seperti itu. Mengusir dengan halus hehehehe......
Dan tidak mungkin kami melakukan hal seperti itu di daerah saya ini. Tidak, tidak. Tak terpikir oleh saya untuk berbuat demikian.
"...tentang aktivis dengan jilbab lebarnya yang suka berkibar – kibar itu ( untunglah saya tidak pernah bertemu dengan akhwat yang mengenakan jilbab warna merah putih, kan repot harus hormat terus pada jilbabnya )."
ReplyDeletemulai stres nya si narJi nih,
huahahahaha...
;p
tapi lu ketawa kan tugiman??
ReplyDelete;p
lagian repot juga kan klo tugiman mesti jumpa akhwat kayak gitu di jalan ( sangat logika )
"wuih, apaan nih? pake jilbab segede gede gajah"
ReplyDeletepaling gitu aja reaksinya,
hehe..
tugiman gak nyambung
ReplyDeletemaksud saya itu ketemu cewek dngan jilbab warna merah putih
bukan yang gede ( btw, kan banyak yang pake gede, awas ya klo reaksinya gak kayak gitu )
bayangin gih ketemu cew pake merah putih
hormat teruuuus...!!
tegaaaaak grak!