Saturday, 29 December 2012

Pilar Kemenangan

Judul kajian AB2 pagi ini mengingatkan pada buku yang baru saja dibeli saat berkesempatan sekali lagi mengunjungi UI Depok beberapa waktu lalu. 

Buku tersebut ditulis oleh Prof. dr. Abdul Hamid al Ghazali dengan judul Pilar - Pilar Kebangkitan Umat (Intisari  Buku Majmu'atur Rasail). Kebetulan pagi ini kami mengkaji hal yang tak jauh dari isi buku ini meskipun belum sempat dibaca.

Setelah menunggu teman - teman yang sedikit terlambat, kajian subuh ini pun dimulai. 

Kemenangan fikrah Islam hanya dapat dicapai dengan 4 syarat sebagai berikut :
1. Al Iman
2. Al Ikhlas
3. Hamasah (semangat)
4. Al Amal

#insya Allah akan dilanjutkan catatan ini

Saturday, 22 December 2012

Keputusan

Bismillah....

Kuputuskan untuk menunda menyusun skripsi tahun depan. 

Semoga ini adalah keputusan yang benar, meskipun banyak yang bertanya dan menyayangkan kenapa aku harus menunda satu tahun padahal masih ada kesempatan untuk mengurus proposal penelitian. 

Lalu ada yang berkata, menunda kelulusan artinya menunda pernikahan. 
Bagiku, Allah Maha Tahu yang terbaik bagi hambaNya. Dalam hati kecil ada keinginan untuk segera menikah (lah, siapa yang ingin berlama - lama untuk beribadah?)

Usaha? Insya Allah ada, tapi mungkin belum nemu yang cocok... Bantuan sudah disebar ke sana kemari, baik melalui keluarga, adik, sepupu, teman seperjuangan, teman kuliah bahkan binaan pun ikut mencarikan hehehe.... Toh namanya juga usaha...

Doa? Aku sadar lantunan doa mungkin belum maksimal. Yang penting luruskan niat, itu yang dikatakan oleh seorang teman suatu hari ketika ia menawarkan untuk jadi penghubung. Ah, semoga berhasil :)

Oh ya, tentang kuliah. Kuliah memang amanah orang tua, siapa pun tahu dan menyadari. 
Aku bukan mencoba untuk berhenti kuliah, hanya menunda. Tentu sudah mengkomunikasikan dengan orang tua sebaik mungkin. Semoga ayah dan ibu mengikhlaskan keputusan ini dan senantiasa mendoakan agar kehidupanku berjalan lancar dan selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT

Lalu setahun menganggur, apa yang akan kulakukan? Insya Allah banyak hal dan tak boleh kubiarkan seperti tahun lalu yang mungkin banyak kelalaian....

#berusaha untuk selalu jadi baik  dan tersesat di jalan yang benar

Friday, 14 December 2012

Tarbiyah Dzatiyah

Bismillah...
*Saya mengingatkan diri sendiri

Semoga ini bermanfaat dalam memahami isi buku. Saya tidak sedang menceritakan kembali isi dari buku berwarna kuning ini, namun saya berharap dengan menuliskan daftar isi dan beberapa hal penting lainnya bisa memudahkan kita untuk memahami isi buku. Insya Allah jika ada kesempatan dan kesehatan, saya akan mengupas sedikit isi buku ini dan melampirkan beberapa poin penting di dalamnya.

Judul asli : At Tarbiyah Adz Dzatiyah Ma'alim wa Taujihat
Penulis   : Abdullah bin Abdul Aziz Al Aidan
Penerjemah : Fadhli Bahri, Lc

DAFTAR ISI


1.      Definisi Tarbiyah Dzatiyah
2.      Urgensi Tarbiyah Dzatiyah
a.       Menjaga diri mesti didahulukan daripada menjaga orang lain
b.      Jika anda tidak mentarbiyah (membina) diri anda, siapa yang akan mentarbiyah anda?
c.       Hisab kelak bersifat individual
d.      Tarbiyah dzatiyah itu lebih mampu mengadakan perubahan
e.       Tarbiyah dzatiyah adalah sarana tsabat (tegar) dan istiqomah
f.       Sarana dakwah yang paling kuat
g.      Cara yang benar dalam memperbaiki realitas yang ada
h.      Karena keistimewaan tarbiyah dzatiyah
3.      Sebab – Sebab Ketidakpedulian Kepada Tarbiyah Dzatiyah
a.       Minimnya ilmu
b.      Ketidakjelasan sasaran dan tujuan
c.       Lengket dengan dunia
d.      Pemahaman yang salah tentang tarbiyah
e.       Minimnya basis tarbiyah
f.       Langkanya murobbi (Pembina)
g.      Perasaan dan panjangnya angan – angan
4.      Sarana – Sarang Tarbiyah Dzatiyah
a.       Sarana Pertama : Muhasabah
-          Urgensi muhasabah
-          Skala prioritas yang penting
-          Jenis – jenis muhasabah
-          Muhasabah atas waktu
-          Ingat hisab terbesar
b.      Sarana Kedua : Taubat dari Segala Dosa
-          Hakikat dosa
-          Syarat – syarat taubat
-          Semua dosa itu kesalahan
-          Hukuman di dunia
-          Di antara trik jiwa kita
c.       Sarana Ketiga : Mencari Ilmu dan Memperluas Wawasan
d.      Sarana Keempat : Mengerjakan amalan – aman iman
-          Mengerjakan ibadah wajib seoptimal mungkin
-          Meningkatkan porsi ibadah – ibadah sunnah
-          Peduli dengan ibadah dzikir
Beberapa hal yang terkait dengan sarana keempat :
-          Urgensi shalat lima waktu
-          Antara ibadah dengan adat istiadat
-          Ilmu pengetahuan tidak cukup
-          Kita tidak lupa dzikir kepada Allah
-          Memanfaatkan sebaik mungkin saat – saat rajin
-          Waktu – waktu dan tempat – tempat mulia
-          Urgensi tawazun (seimbang)
e.       Sarana Kelima : Memperlihatkan Aspek Akhlak (Moral)
-          Sabar
-          Membersihkan hati dari akhlak tercela
-          Meningkatkan kualitas akhlak
-          Bergaul dengan orang – orang yang berakhlak mulia
-          Memperhatikan etika – etika umum
f.       Sarana Keenam : Terlibat dalam Aktivitas Dakwah
-          Merasakan kewajiban dakwah
-          Menggunakan setiap kesempatan untuk berdakwah
-          Terus menerus dan tidak berhenti di tengah jalan
-          Pintu – pintu dakwah itu banyak
-          Kerjasama dengan pihak lain
g.      Sarana Ketujuh : Mujahadah (Jihad)
-          Sabar adalah bekal mujahadah
-          Sumber keinginan
-          Bertahap dalam melakukan mujahadah
-          Jadilah orang yang tidak lalai
-          Siapa yang mengambil manfaat dari mujahah?
h.      Sarana Kedelapan : Berdoa dengan Jujur kepada Allah Ta’ala
-          Kebutuhan kita kepada doa
-          Waktu – waktu dan tempat – tempat terkabulnya doa
-          Syarat – syarat doa
-          Jangan minta doa dikabulkan dengan segera
-          Bermanfaatlah untuk anda dan orang lain
5.      Buah Tarbiyah Dzatiyah
a.       Mendapatkan keridhaan Allah Ta’ala dan surgaNya
b.      Bahagia dan tentram
c.       Cintai dan diterima Allah
d.      Sukses
e.       Terjaga dari keburukan dan hal – hal tidak mengenakkan
f.       Keberkahan waktu dan harta
g.      Sabar atas penderitaan dan semua kondisi
h.      Jiwa merasa aman


#always trying to be the better one

Tuesday, 11 December 2012

Hakekat Pelajar : baca pikir dan tulis


Refleksi bodoh saya kembali mengatakan bahwa semangat pembelajar inilah yang perlu di bangun oleh seorang pelajar. menikmati setiap bacaan yang mengantri untuk di baca. menyelami dengan bahagia setiap analisa yang mengawang-awang, dan mendalami dengan suka cita setiap tulisan yang ditorehkan.
bukankah itu hakekat pembelajar ? membaca, berpikir, dan menulis

yah percuma kamu pintar tetapi tidak ada tulisan yang kamu keluarkan, intelektual mu hanya menjadi budak akan pikiran mu, dan kamu dan kepintaran mu akan hilang ditelan debu peradaban yang haus akan perubahan.

#refleksibodohmahasiswaesuda

sumber : http://ridwansyahyusufachmad.com/2012/12/03/hakekat-pelajar-baca-pikir-dan-tulis/

Thursday, 6 December 2012

Mencoba Mengingatkan Diri Sendiri

Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, "Mengapa kamu menasehati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?" Mereka menjawab, "Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggungjawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa"
QS. Al A'raf : 164


Suatu hari saya mendapat keluhan dari junior kampus tentang bagaimana teman - teman seperjuangan sudah sulit untuk diajak bergerak, dalam artian membuat kegiatan keislaman di kampus. Ada terbersit rasa iri di hati ketika melihat teman - teman dari kampus lain bersemangat mengadakan kegiatan di kampus, terutama kegiatan keislaman.


Begitu banyak alasan yang diajukan atas ketidakmampuan itu. Alasan pekerjaan, sibuk mengajar, membuat tugas kuliah, rumah jauh dan lain sebagainya. Kadang saya berpikir, memangnya kalau tidak mengajar bisa membuat kegiatan yang maksimal? Tidak bekerja akan memaksimalkan potensi yang ada? Ah mungkin saya juga tak lebih baik daripada mereka

Saya katakan pada junior itu bahwa sudah saatnya mencari generasi baru, tak usah terlalu banyak berharap dengan orang - orang yang sudah jelas - jelas menyatakan diri tidak bisa. Bukan menyerah dengan mereka, tapi saya pikir akan membuang energi saja, sementara masih ada yang bisa untuk diajak bekerja sama.

Wahai orang - orang yang beriman! Barangsiapa di antara kamu yang murtad (keluar) dari agamanya maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum, Dia mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, dan bersikap lemah lembut terhadap orang - orang yang beriman tapi bersikap keras terhadap orang - orang kafir yang berjihad di jalan Allah dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah yang diberikanNya kepada siapa yang Dia kehendaki.  Dan Allah Mahaluas (pemberianNya), Maha Mengetahui
QS. Al Maidah : 54


Kedua surah dalam Al Quran ini begitu menginspirasi dan menyemangati kita ketika akan mengajak orang lain untuk sama - sama berbuat kebaikan (insya Allah). Surah Al A'raf ayat 164 mengajarkan kita untuk terus menerus mengajak orang lain, siapa pun dia selama ia masih berada dalam jangkauan kita.


Kenapa? Hanya dua alasan yang melandasi. Pertama, agar nanti di hari akhir saya bisa lepas tanggung jawab terhadap kewajiban mengajak mereka. Saya menyadari dan tahu bahwa saya termasuk salah satu orang yang tahu dan memahami tentang kewajiban mengajak orang lain untuk menjadi baik, lebih mengenal Allah dan menjauhi maksiat (meskipun saya juga sedang belajar). Wajib hukumnya jika saya tahu bahwa saya tahu. Berbeda dengan orang - orang yang tidak tahu, wallahu'alam

Mungkin alasan yang pertama ini terkesan egois dan hanya mementingkan diri sendiri. Loh, bukan di dunia ini kita sedang berlomba untuk berbuat baik agar bisa selamat dunia akhirat, masuk surga dan bertemu Allah juga Rasulullah? Kita bukan sedang memikirkan materi apa yang akan kita dapatkan setelah itu. Tidak. Saya selalu mengingatkan diri sendiri dan berusaha meluruskan niat bahwa ini semata - mata dilakukan karena perkataan Allah dalam surah tersebut.

Kedua, agar mereka yang kita ajak dan kita seru untuk berbuat kebajikan mendapat hidayah dari Allah dan menjadi orang - orang yang bertakwa. Bukankah jika kita bisa menjadi penyalur hidayah bagi orang lain, hal itu lebih baik dari langit dan bumi serta isinya?? Siapa yang tak ingin dengan mendapatkan itu? Sayang hanya orang - orang beriman yang bisa meraihnya. Semoga kita berada dalam golongan tersebut. Amiin

Nah berkenaan dengan Surah Al Maidah ayat 54 ada kalanya membacanya dengan sedih, di satu sisi menjadi gembira.

Kita bahas gembiranya dulu. Satu, jika hari ini kita adalah orang yang mengganti seseorang di sebuah amanah karena alasan tertentu maka berbahagialah bahwa kita telah dipilih Allah untuk menjalankan amanah tersebut. Hal ini bisa berarti bahwa kita lebih baik dari yang sebelumnya (sekali lagi ini hanya hasil analisis saya, jika salah mohon diluruskan).

Misalnya dalam struktur kepengurusan, sering terjadi perombakan pengurus agar organisasi jadi lebih sehat. Biasanya reshuffle dilakukan jika salah satu pengurus menjadi tidak aktif dikarenakan alasan tertentu. Dan jika kita adalah orang yang menggantikan, beristighfarlah. Ini bisa menjadi berita gembira sekaligus menakutkan. Bergembira karena mungkin kita bisa lebih baik dari pengurus sebelumnya, khawatir jika ini adalah ujian bagi kita dan kita tak mampu melewatinya.

Tidak hanya dalam soal kepengurusan saja, juga eksistensi kita dalam dunia dakwah. Masihkah kita menghadiri kajian pekanan untuk sama - sama melingkar? Masihkah kita bersegera untuk menyambut seruan jamaah? Masihkah kita berada dalam koridor yang Allah ridhoi? Wallahu'alam. Penulis mengingatkan diri sendiri.

Dua, ayat ini semestinya membuat kita bersedih jika kita adalah orang yang dimaksud dalam ayat tersebut. Orang yang diganti oleh golongan yang lebih dicintai oleh Allah dan mereka pun mencintai Allah. Lalu apakah berarti cinta Allah pada kita tak sebesar cintaNya pada golongan tersebut? Bisa jadi. Penulis hanya berasumsi, selebihnya adalah urusan Allah dan penulis selalu berusaha mengingatkan diri sendiri.

Apa pun itu tak perlu gundah dan sedih jika tak ada lagi yang mau untuk diajak bergerak. Umar bin Khattab r.a menginspirasi kita dengan kata - katanya, jika ada 1000 orang yang berjihad di jalan Allah maka salah satunya adalah aku, jika ada 100 orang yang berjihad di jalan Allah maka salah satunya adalah aku, jika ada 10 orang yang berjihad di jalan Allah maka salah satunya adalah aku, jika hanya ada 1 orang yang berjuang di jalan Allah maka itu adalah aku, dan jika tidak ada lagi yang berjihad, maka dipastikan aku telah syahid!!!


Tuesday, 13 November 2012

Bunda Itu

Suatu hari aku diminta untuk mengambil undangan ke rumah seorang aktivis LSM di Kepri. Ia adalah seorang yang sudah tua, kurasa umurnya sudah mencapai 70 tahun. Namun dengan umur segitu, aku salut karena setiap bertemu beliau di sebuah acara seminar atau dialog kedaerahan yang dihadiri oleh pejabat - pejabat dan juga tokoh - tokoh masyarakat, ia selalu ada dan selalu mengkritisi pemerintah.

Dia selalu menyuarakan pada pemerintah, mengingatkan bahwa Kepri sudah terbentuk sekian tahun lamanya, namun kesejahteraan belum juga merata. Woooww ini orang tua yang idealis dan kritis, begitu pikirku.

Hari itu aku pergi ke rumahnya. Dia bilang rumahnya ada kantor di sebelahnya. Rupanya dia pengelola sebuah LSM yang cukup sering kudengar kiprahnya di Kepri. Begitu memasuki kantor kecil itu, yang kulihat adalah tumpukan buku di lemari dan meja - meja. Di sudut ruangan panjang itu ada lemari buku yang penuh dengan buku entah apa namanya aku pun tak tahu, yang jelas buku - buku yang sudah tua. Di depan lemari itu ada tumpukan koran harian bermacam - macam. Di dinding ruangan tersebut ada tertempel berita tentang pelantikan pejabar eselon dan susunan kabinet Kepri yang entah tahun berapa, tapi kurasa masih baru karena beberapa di antaranya ada yang kukenali

Hmmm pantas ia begitu kritis di forum. Rupanya ini yang dikerjakan orang tua itu setiap harinya, kataku dalam hati. Di dinding lainnya aku melihat beberapa foto - foto beliau dengan beberapa pejabat di acara yang berbeda - beda. Ada pula foto - fotonya bersama teman sejawat. Ah, semua pernah muda ya :)

Dalam hati aku bergumam, sayang sekali, beliau orang yang cerdas dan pastinya tidak melewatkan satu hari pun untuk membaca dan memperhatikan kondisi kekinian. Namun, secara keislamannya belum begitu baik. Kerudung yang hanya seadanya membuatku miris bahwa ia belum sempat bertobat padahal sudah setua ini. Ah, siapa yang tahu. Mungkin di mata Allah ia lebih baik, kataku mencoba berpikir positif tentang orang tua itu.

Di meja kerja aku melihat beberapa kertas yang belum tersusun rapi, nampaknya ini adalah hari - hari sibuk sehingga tak sempat membereskan meja. Ada asbak rokok besar dengan beberapa puntung rokok di dalamnya. Hmmmm mungkin rokok sang suami.

Puas melihat - lihat ruangan kecil itu, aku duduk tenang menunggu si Ibu menyelesaikan makan malamnya. Kryuuukk... Duh perutku lapar. Teringat pada mie rebus yang sedang dimasak oleh Kak Nur di kosnya untukku malam ini. Kupikir hanya sebentar jadi kutinggalkan sejenak kosnya untuk mengambil undangan

Wednesday, 7 November 2012

Allah SWT Mencintai Nurul Azizah



Nurul Azizah Mencintai Allah SWT

Allah SWT Mencintai Nurul Azizah

Nurul Azizah dan Allah SWT Saling Mencintai



Bukti cinta Allah SWT terhadap Nurul Azizah
Allah SWT memberikan segala kemudahan dalam kehidupan Nurul Azizah sehingga ia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik. Nurul Azizah dipilih oleh Allah SWT untuk lahir dari keluarga sederhana tapi bahagia dengan kedua orang tua yang penuh tanggung jawab mengasuh dan memelihara Nurul Azizah hingga ia menjadi manusia yang berusaha untuk menyenangkan Allah SWT.

Allah SWT juga memberi anugerahNya pada Nurul Azizah, yaitu seorang ibu yang cekatan dalam mengasuh dan mendidik Nurul Azizah. Ayah yang senantiasa menjadi ayah yang baik untuk Nurul Azizah. Menafkahi Nurul Azizah dengan rezeki yang halal dari Allah SWT serta memberi tempat tinggal yang layak.

Allah SWT juga memilihkan lingkungan yang baik dan jauh dari kehidupan yang tidak baik. 

Allah SWT juga mempertemukan Nurul Azizah dengan orang - orang yang senantiasa berusaha mencintai Allah SWT dan bertemu atas dasar cinta kepada Allah SWT

Sungguh anugerah luar biasa dari Allah SWT untuk Nurul Azizah sebagai bukti cintaNya 

Lalu apa yang diperbuat Nurul Azizah sebagai bukti cintanya pada Allah SWT??

#Nurul Azizah belajar memupuk kembali rasa cintanya pada Allah SWT


Tuesday, 6 November 2012

Menulis sebelum Mati

Di facebook, beredar tulisan - tulisan yang ditulis oleh salah seorang mahasiswi yang meninggal itu. Salah satunya dia menulis tentang kematian, sebulan yang lalu, kira - kira bulan Oktober kalo gak salah (maaf jika salah). Di blognya juga ada beberapa tulisan yang bermanfaat sekali untuk dibaca. Moga menjadi amal jariyah bagi beliau.

Aku jadi berpikir, seandainya suatu hari saat waktu kematianku tiba, apa yang akan kutinggalkan untuk orang - orang di sekitarku. Hal yang bermanfaat untuk mereka namun juga bisa menambah tabungan amalku meski sudah bisa lagi beraktivitas di dunia.

Setelah membaca catatan - catatan teman - teman yang memang gila menulis, aku menyimpulkan bahwa memang itulah yang seharusnya aku tinggalkan untuk mereka yang akan kutinggalkan. Sebuah tulisan. Bukan tulisan sembarangan, tapi tulisan yang menginspirasi banyak orang untuk berubah lebih baik dari hari ini.

Akhir - akhir ini aku memang jarang menulis, entah dikarenakan apa. Rasa malas yang datang bertubi - tubi membuatku harus terseok kembali untuk pulih seperti sedia kala. Ada beberapa hal yang positif dulunya kulakukan, tapi sekarang telah kutinggalkan. Aku sadar bahwa inilah fenomena lemahnya iman.

Mengenai tulisan, tahun lalu hingga awal 2012, aku lebih sering menulis di buku harian dengan bahasa yang 'aku' sekali. Tidak begitu memperhatikan EYD, tertulis apa adanya. Aku bertekad untuk menuliskan setiap detik kejadian dalam satu hari. Setiap detil perasaannya pun kutuliskan. Seperti apa orang dan keadaan saat itu berhasil kutuliskan meskipun dengan kekurangan sana - sini.

Buku itu biasa, seperti buku lainnya. Yang berbeda adalah, buku harian itu selalu kuserahkan pada Kak Pura untuk dibaca. Awalnya kupikir seharusnya rahasia tidak boleh kubagikan dengan orang lain, tapi biarlah, aku percaya padanya. Sejauh ini dari tiga cara yang dianjurkan oleh Umar bin Khattab tentang bagaimana cara mengetahui karakter seseorang yang sesungguhnya, telah kucoba selama berteman dengan beliau. Dan hasilnya alhamdulillah, kupercayakan padanya untuk membaca buku harian tersebut

Meskipun dalam buku itu kadang kutuliskan tentang dia, bagaimana hari itu aku kesal padanya, bahwa aku tidak suka dengan pendapatnya, tapi ia baca buku itu sambil tersenyum. Setelah membaca ia akan berkomentar bahwa bahasaku membuatnya geli :D

April 2012 buku itu tak pernah lagi kutulis. Kubiarkan terletak di sudut berdebu kamar tidur yang hingga hari ini belum berhasil kutata dengan rapi.

T_T

Innalillahi wa inna ilaihi rojiuuun
Kemarin ada lagi akhwat yang meninggal dalam kecelakaan bus setelah mereka pulang dari seminar nasional. Mereka mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, dua - duanya teman Kiki (anak rohis di smansa dulu yang satu angkatan dengan mereka).

Semoga amal ibadah mereka diterima Allah swt dan mereka dikumpulkan kelak di jannahNya
Amin

Tuesday, 2 October 2012

Kontribusi dan Kaderisasi Struktural


Oleh : Cahyadi Takariawan


Apa makna menjadi pengurus organisasi dakwah bagi para kader ? Tentu sangat banyak maknanya, namun saya mengajak anda melihat dari dua aspek ini saja : lahan kontribusi dan lahan kaderisasi. Dua makna penting yang harus menjadi cara pandang kita dalam kehidupan berstruktur atau berorganisasi dakwah.
Pertama adalah lahan kontribusi. Organisasi dakwah telah mendidik dan menyiapkan banyak kader dengan beragam potensi dan keahlian. Semua potensi dan semua keahlian yang dimiliki para kader sangat bermanfaat bagi organisasi dalam mengelola semua aktivitas dan programnya untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dengan dilibatkannya para kader dalam struktur kepengurusan, telah menjadi lahan berkontribusi yang nyata untuk mengoptimalkan segala potensi yang dimiliki.

Ada potensi administrasi, ada potensi kepemimpinan, ada potensi manajerial, ada potensi loby, ada potensi ekonomi, sosial, politik, pendidikan, kesehatan, hukum dan lain sebagainya. Keseluruhan potensi tersebut diwadahi dalam bingkai struktur organisasi, menempatkan orang yang tepat pada posisi yang tepat sesuai kemampuan, keahlian dan potensi yang dimiliki. Dengan manajemen yang tepat, semua potensi diolah dalam sebuah orkestra kepengurusan yang harmonis, sehingga menghasilkan simponi yang indah, teratur, berirama dan terarah.
Orkestra bisa kacau, atau menghasilkan lagu yang tidak enak didengar, sumbang dan tidak serasi, karena ada bagian dari pemain orkestra yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa tidak melaksanakan tugas dengan baik ? Bisa jadi karena tidak sesuai kemampuan dan keahliannya. Ahli gitar yang diminta memainkan biola tentu tidak akan menghasilkan harmoni yang tepat. Bisa jadi pula karena kualitas dan integritas pribadi yang bersangkutan, yang tidak memiliki kemampuan untuk bekerja dalam tim, atau tidak memiliki obsesi serta cita-cita kemajuan dan perbaikan. Dia tidak peduli kalau konser orkestra tersebut berantakan dan tidak sukses.
Dalam perspektif ini, menjadi pengurus organisasi dakwah di level apapun, di pusat, propinsi, kabupaten/kota, kecamatan ataupun desa/kelurahan, menjadi lahan bagi kader untuk mengkontribusikan waktu, tenaga, pemikiran dan semua potensi yang dimiliki bagi tercapainya tujuan-tujuan organisasi dakwah. Keterlibatan dalam struktur organisasi menjadi sarana tersalurkannya berbagai kemampuan dan keahlian kader, yang sesuai dengan dinamika internal dan eksternal organisasi tersebut. Ini merupakan makna yang penting, dimana segala potensi kader bisa tersalurkan dalam wahana dan sarana yang tepat untuk dikontribusikan bagi pencapaian tujuan.
Pada sisi yang lain, organisasi dakwah dipenuhi oleh para kader yang memang memiliki kapasitas yang memadai sehingga menyebabkan organisasi menjadi dinamis dan memiliki keunggulan kompetitif. Pada akhirnya bertemulah antara lahan kontribusi kader dengan kebutuhan organisasi dakwah yang dinamis. Potensi kader terkontribusikan secara optimal, pada saat yang sama organisasi dakwah menjadi kuat dan unggul karena dikelola oleh para kader yang penuh potensi.
Namun jangan hanya memandang posisi kepengurusan hanya dari segi lahan kontribusi kader saja, harus digenapkan cara pandang kita dengan memahami bahwa kepengurusan organisasi dakwah adalah lahan kaderisasi.  Inilah makna kedua dari kepengurusan organisasi dakwah, dan merupakan makna yang sangat penting bagi sebuah organisasi kader. Menjadi pengurus organisasi adalah lahan melakukan kaderisasi, dimana setiap saat, setiap periode kepengurusan, kader datang silih berganti mengisi pos-pos yang tepat bagi dirinya.
Di sisi ini terjadi sesuatu yang unik, karena kedua makna ini bisa dipandang sebagai sesuatu yang sinergis, namun bisa juga dipandang sebagai sesuatu yang kadang bertubrukan kepentingan. Dalam perspektif sinergis, kepengurusan dalam organisasi dakwah adalah lahan kontribusi bagi potensi kader yang sekaligus menjadi lahan kaderisasi struktural. Namun dalam sisi yang bersebelahan, kadang organisasi harus memilih beberapa personal kader saja untuk menempati pos-pos kepengurusan, sementara kader jumlahnya sangat banyak yang tidak mungkin tertampung semua dalam struktur kepengurusan. Tentu ini pilihan yang sulit.
Dalam setiap prosesi pergantian kepengurusan organisasi dakwah lewat mekanisme Musyawarah, selalu ada suasana khas. Ada pengurus lama yang sudah berpengalaman dan bertambah ilmunya karena telah melaksanakan amanah kepengurusan selama satu atau dua periode, namun ada sangat banyak kader potensial yang siap menempati pos-pos kepengurusan, dengan menjadi pengurus baru.
Para pengurus lama telah menjadi senior, yang karena memiliki pengalaman struktural pada periode sebelumnya, menjadi bertambahlah ilmu, pengetahuan, kecerdasan, ketrampilan dan kemampuannya dalam menjalankan amanah organisasi. Potensi mereka bertambah besar dan sangat penting untuk dikontribusikan bagi organisasi dakwah. Namun, para senior harus pandai menempatkan diri agar tidak terjebak dalam sebuah suasana status quo, dimana merasa mapan dengan posisi struktural dalam organisasi dakwah sehingga tidak mau digeser atau diganti.
Jika kepengurusan jumud dan statis, tidak memberikan kesempatan kepada kader baru untuk terlibat dalam struktur organisasi, akan menyebabkan kaderisasi mandeg. Kader-kader baru yang terus bermunculan tidak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran dan pengalaman berstruktur, pada saat yang bersamaan organisasi bisa mengalami kejumudan karena diisi oleh wajah-wajah lama. Untuk itu, pengalaman berstruktur perlu dibuka seluas-luasnya bagi kader-kader baru, agar terjadi dinamisasi dan percepatan kaderisasi.
Hal ini tentu saja tidak menghalangi bagi organisasi untuk tetap mempertahankan beberapa personal lama di beberapa posisi yang dianggap penting dan perlu diisi oleh senior berdasarkan pertimbangan strategis yang ada pada waktu itu. Ada tokoh-tokoh senior yang memang sangat diperlukan untuk menjaga organisasi, namun perlu banyak kader baru yang harus segera dimunculkan. Komposisi tua – muda atau senior – yunior ataua lama – baru menjadi penting untuk menjaga agar organisasi menjadi seimbang dengan adanya kebijakan dan hikmah dari para senior, namun tetap menggelorakan semangat kader-kader muda.
Pada konteks kaderisasi struktural seperti ini, ada banyak kesadaran besar yang harus dibangun di hati dan benak semua kader.
Kesadaran pertama, bahwa kontribusi dakwah tidak selalu dan tidak harus dibangun dalam wadah kepengurusan formal. Sangat banyak lahan kontribusi untuk menyumbangkan segala potensi yang kita miliki di jalan dakwah. Menjadi pengurus adalah salah satu lahan kontribusi, namun tidak mungkin semua kader tertampung dalam struktur kepengurusan formal. Struktur organisasi dakwah selalu lebih sempit dibandingkan dengan jumlah dan potensi kader yang dimiliki. Purna kepengurusan tidak berarti purna kontribusi bagi dakwah, karena kontribusi bisa diberikan dalam berbagai bidang amal salih yang sangat luas.
Kesadaran kedua, bahwa pengalaman berstruktur dalam organisasi dakwah merupakan bagian utuh dari proses tarbiyah (pembinaan dan pengkaderan). Oleh karena itu, para senior harus memberikan tempat dan kesempatan yang luas bagi para kader muda untuk mengalami dan merasakan pengalaman berstruktur tersebut. Pemunculan kader menjadi pengurus baru merupakan sebuah akselerasi pergerakan dakwah, agar semakin banyak kader memiliki kemampuan, ketrampilan dan pengalaman berstruktur. Dengan demikian, organisasi dakwah telah menyiapkan aset yang besar bagi upaya membangun masa depannya.
Kesadaran ketiga, bahwa penempatan kader dalam struktur kepengurusan merupakan amanah dakwah, bukan sebuah pemuliaan atau penghormatan. Artinya, jika ada pengurus baru menggantikan pengurus lama, para pengurus baru ini tengah menerima amanah untuk ditunaikan dengan sepenuh tanggung jawab dan dedikasi, sedangkan para pengurus lama yang tidak lagi mendapatkan amanah kepengurusan bukanlah pihak yang dicampakkan. Kalau menjadi pengurus dimaknai sebagai pemuliaan, maka tatkala tidak terpilih menjadi pengurus akan dimaknai sebagai pembuangan, pencerabutan atau pencampakan potensi. Padahal sama sekali tidak seperti itu maknanya.
Kesadaran keempat, tidak ada rumus pengistimewaan bagi para senior. Dalam organisasi dakwah, senioritas tidak dimaknai dalam konteks pragmatis, misalnya diutamakan dalam penempatan kepengurusan, atau didahulukan dalam penempatan di jabatan publik, diutamakan dalam fasilitas, dan seterusnya. Kepemimpinan bukanlah proses yang terjadi secara “urut kacang”, dimana setiap kader bisa menghitung kapan kesempatan menjadi pemimpin. Tidak seperti itu rumusnya. Untuk menempati posisi kepemimpinan tidak selalu diambil dari orang yang paling senior atau lebih senior, namun lebih kepada pertimbangan kemaslahatan dalam pengertian yang luas. Hal ini penting dipahami, agar kader yang merasa senior tidak tersinggung ketika dirinya tidak ditempatkan dalam posisi kepemimpinan di struktur organisasi.
Kesadaran kelima, bahwa pergantian kepengurusan adalah sebuah keniscayaan. Organisasi perlu diisi berbagai potensi, perlu diregenerasi, perlu disegarkan dengan adanya pergantian. Proses pergantian kepengurusan menandakan denyut kaderisasi berjalan dengan lancar. Tidak mungkin selamanya kader menjadi pengurus organisasi, harus ada batas waktunya. Maka silih berganti kader datang dan pergi mengisi pos-pos struktur organisasi, untuk berkontribusi, dan menjadi lahan kaderisasi.
Kesadaran keenam, bahwa purna kepengurusan berarti memiliki kesempatan lebih luas untuk aktualisasi potensi di tengah kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Setelah berkontribusi melalui struktur organisasi dakwah, terbentuklah pendewasaan, pengalaman, kemampuan, ketrampilan yang didapatkan selama masa kepengurusan berlangsung. Hal ini menjadi modal dan bekal untuk membangun ketokohan sosial, membangun jejaring sosial, membangun kredibilitas publik, untuk mengambil peran-peran kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan lebih lanjut.
Kesadaran ketujuh, bahwa tidak ada kamus pensiun dalam aktivitas dakwah. Periodisasi dalam kepengurusan organisasi dakwah memiliki makna proses kaderisasi dan regenerasi yang lancar dan teratur di kalangan kader dakwah. Setiap pengurus organisasi akan pensiun dari kepengurusan, namun tidak ada kata pensiun dari aktivitas kebaikan. Dakwah adalah sebuah dinamika yang berkesinambungan dan terus menerus sampai akhir zaman. Tak pernah ada pensiunan aktivis, walaupun ada aktivis yang futur. Maka kendati tidak berada dalam barisan kepengurusan, tidak berarti selesai berkontribusi.
Bagi kader dakwah, totalitas (tajarrud) artinya adalah memberikan semua potensi yang dimiliki dalam rangka mencapai tujuan-tujuan dakwah. Dengan demikian, tidak terbatas pada amanah kepengurusan formal. Dimanapun kader berada, dimanapun kader beraktivitas, melalui sarana apapun kader berkarya, semua bisa dioptimalkan bagi kepentingan pencapaian tujuan dakwah. Semua tetap terajut dalam kerja sistemik (amal jama’i), yang akan membuahkan hasil yang sistemik pula.
Setelah rampung prosesi pergantian kepengurusan, kita ucapkan selamat bertugas dan mengemban amanah bagi para kader yang mendapatkan peran struktural. Curahkan segala potensi dan kemampuan anda dalam menunaikan amanah kepengurusan, dengan segenap kesungguhan dan dedikasi, dengan segenap kecintaan dan pengurbanan. Optimalkan pembelajaran selama mengemban amanah kepengurusan, sehingga purna kepengurusan nanti anda memiliki banyak sekali ilmu, wawasan, pengetahuan, ketrampilan dan semakin bertambah potensi yang anda miliki.
Bagi para kader yang telah purna masa khidmahnya dalam struktur kepengurusan formal, kita ucapkan selamat atas keberhasilan memberikan kontribusi terbaik selama masa kepengurusan. Anda telah mendapat pengalaman dan pembelajaran berstruktur yang sangat penting bagi peningkatan kapasitas anda, dan sekarang anda telah memberikan kesempatan kepada kader-kader muda untuk mendapatkan pengalaman dan pembelajaran tersebut. Organisasi dakwah ini adalah sebuah Universitas yang terus mencetak kader untuk semakin lengkap potensinya.
Selamat berkontribusi pada lahan-lahan amal yang baru, di luar struktur kepengurusan organisasi. Ada sangat banyak lahan kontribusi menanti anda, ada sangat banyak kesempatan beramal di jalan dakwah, ada sangat banyak peran yang bisa anda lakukan, tanpa harus berada dalam struktur kepengurusan formal. Semua tetap dalam bingkai amal jama’i yang teratur rapi. Semua tetap dalam satu koordinasi dan konsolidasi untuk mencapai mimpi-mimpi yang kita bangun selama ini.
Itulah beberapa kesadaran besar yang harus kita kuatkan dalam kehidupan dakwah. Jangan ada kader yang merasa dicampakkan, atau dilupakan, atau dibuang, hanya karena dirinya tidak tertampung dalam jajaran kepengurusan. Jangan ada kader yang kecewa dan merasa terhina hanya karena tidak masuk dalam struktur organisasi. Semua kader dakwah mengerti lahan-lahan tempat berkontribusi. Semua kader dakwah memahami untuk tujuan apa terlibat dalam dakwah ini. Teruslah bekerja, teruslah berkarya, hingga akhir usia. Menjadi apapun kita di organisasi dakwah yang kita cintai, atau tidak menjadi apapun. Jangan pernah berhenti.
Fa idza faraghta fanshab, wa ila Rabbika farghab.
Yogyakarta, 7 Januari 2011

Kematian Hati


*nasihat Ustadz Rahmat Abdullah
disadur dari tulisan Cahyadi Takariawan >>Menghindari Kematian Hati
Banyak orang tertawa tanpa (mau) menyadari sang maut sedang mengintainya. Banyak orang cepat datang ke shaf shalat laiknya orang yang amat merindukan kekasih. Sayang ternyata ia datang tergesa-gesa hanya agar dapat segera pergi. Seperti penagih hutang yang kejam ia perlakukan Tuhannya.
Ada yang datang sekedar memenuhi tugas rutin mesin agama. Dingin, kering dan hampa, tanpa penghayatan. Hilang tak dicari, ada tak disyukuri. Dari jahil engkau disuruh berilmu dan tak ada idzin untuk berhenti hanya pada ilmu. Engkau dituntut beramal dengan ilmu yang Allah berikan. Tanpa itu alangkah besar kemurkaan Allah atasmu.
Tersanjungkah engkau yang pandai bercakap tentang keheningan senyap ditingkah rintih istighfar, kecupak air wudlu di dingin malam, lapar perut karena shiyam atau kedalaman munajat dalam rakaat-rakaat panjang.
Tersanjungkah engkau dengan licin lidahmu bertutur, sementara dalam hatimu tak ada apa-apa. Kau kunyah mitos pemberian masyarakat dan sangka baik orang-orang berhati jernih, bahwa engkau adalah seorang saleh, alim, abid lagi mujahid, lalu puas meyakini itu tanpa rasa ngeri. Asshiddiq Abu Bakar Ra selalu gemetar saat dipuji orang. “Ya Allah, jadikan diriku lebih baik daripada sangkaan mereka, janganlah Engkau hukum aku karena ucapan mereka dan ampunilah daku lantaran ketidaktahuan mereka”, ucapnya lirih.
Ada orang bekerja keras dengan mengorbankan begitu banyak harta dan dana, lalu ia lupakan semua itu dan tak pernah mengenangnya lagi. Ada orang beramal besar dan selalu mengingat-ingatnya, bahkan sebagian menyebut-nyebutnya. Ada orang beramal sedikit dan mengklaim amalnya sangat banyak. Dan ada orang yang sama sekali tak pernah beramal, lalu merasa banyak amal dan menyalahkan orang yang beramal, karena kekurangan atau ketidak-sesuaian amal mereka dengan lamunan pribadinya, atau tidak mau kalah dan tertinggal di belakang para pejuang.
Mereka telah menukar kerja dengan kata. Dimana kau letakkan dirimu?
Saat kecil, engkau begitu takut gelap, suara dan segala yang asing. Begitu kerap engkau bergetar dan takut. Sesudah pengalaman dan ilmu makin bertambah, engkaupun berani tampil di depan seorang kaisar tanpa rasa gentar. Semua sudah jadi biasa, tanpa rasa.
Telah berapa hari engkau hidup dalam lumpur yang membunuh hatimu sehingga getarannya tak terasa lagi saat maksiat menggodamu dan engkau menikmatinya? Malam-malam berharga berlalu tanpa satu rakaatpun kau kerjakan. Usia berkurang banyak tanpa jenjang kedewasaan ruhani meninggi. Rasa malu kepada Allah, dimana kau kubur dia?

Tujuh Karakter Kader dalam Menghadapi Realitas Medan Dakwah


oleh Cahyadi Takariawan

Dakwah di tengah kehidupan masyarakat pasti akan berhadapan dengan sejumlah kendala, tantangan, hambatan dan bahkan ancaman. Apalagi ketika dakwah sudah memasuki wilayah kelembagaan politik dan kenegaraan, akan lebih banyak lagi tantangan yang harus dihadapi. Para kader dakwah harus memiliki karakter yang kuat agar bisa mensikapi berbagai tantangan tersebut dengan tegar.

Paling tidak, kader dakwah diharapkan memiliki tujuh karakter berikut ini, agar bisa tegar menghadapi realitas medan dakwah yang kadang terasa sangat keras perbenturannya.

Pertama, atsbatu mauqifan, kader dakwah harus menjadi orang yang paling teguh pendirian dan paling kokoh sikapnya. At-Tsabat (keteguhan) adalah tsamratus shabr (buah dari kesabaran). Sebagaimana firman Allah, “Famaa wahanuu lima ashabahum fii sabiilillahi wamaa dha’ufu wamastakanu”. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah, dan Allah menyukai orang-orang yang sabar. Keteguhan itu membuat tenang, rasional, obyektif dan mendatangkan kepercayaan Allah untuk memberikan kemenangan.

Kedua, arhabu shadran, kader dakwah harus menjadi orang yang paling berlapang dada. Medan dakwah sering kali membuat hati sempit. Banyak kata-kata ejekan, cemoohan, caci maki, sumpah serapah yang terlontar begitu saja dari banyak kalangan. Kader dakwah tidak boleh bersempit hati dan sesak dada karena caci maki orang dan karena berita-berita di media massa yang sering kali mendiskreditkan tanpa konfirmasi dan pertanggungjawaban.

Ketiga, a’maqu fikran, kader dakwah harus menjadi orang yang memiliki pemikiran paling mendalam. Kader haru selalu berusaha mendalami apa yang terjadi, tidak terlarut pada fenomena permukaan, tetapi lihatlah ada apa hakikat di balik fenomena tersebut. Jika pemikiran kader bisa mendalam, ketika merespon pun akan lebih obyektif, terukur, dan seimbang.

Keempat, ausa’u nazharan, kader dakwah harus menjadi orang yang memiliki pandangan luas. Cakrawala pandangan kader dakwah harus terus menerus diperluas, agar tidak mengalami gejala kesempitan cara pandang. Membaca realitas dengan pandangan yang luas akan membawa kader kepada sikap adil dan moderat. Todak terjebak kepada sikap-sikap ekstrim dan berlebih-lebihan.

Kelima, ansyathu amalan, kader dakwah harus menjadi orang yang orang yang paling giat dalam bekerja. Kader dakwah tidak boleh disibukkan dengan membantah isu-isu, atau mengcounter suara-suara negatif, karena itu tidak banyak membawa produktivitas. Yang lebih produktif adalah selalu bekerja di tengah masyarakat. Tunjukkan kerja nyata. Jika ada yang perlu direspon, boleh direspon sesuai kebutuhan, namun tetap harus giat bekerja untuk kebaikan masyarakat, bangsa dan negara.

Keenam, ashlabu tanzhiman kader dakwah harus memiliki gerakan yang paling kokoh strukturnya. Sebagai jama’ah kumpulan manusia, pasti ada kekurangan dan kesalahan. Namun kewajiban kita adalah terus berusaha menghindarkan diri dari kesalahan dan kelemahan, sambil terus berbenah. Struktru dakwah harus terus menerus dikokohkan dari pusat, wilayah, daerah, cabang hingga ke ranting. Jangan biarkan ada celah yang bisa digunakan untuk melemahkan struktur dakwah.

Ketujuh, aktsaru naf’an, kader dakwah harus menjadi orang yang paling banyak manfaatnya. Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain. Kader dakwah harus membuktikan bahwa keberadaan mereka di tengah kehidupan masyarakat memberikan banyak kontribusi kebikan. Tidak  merugikan atau membuat keonaran, namun justru memberikan banyak kemanfaatan dan kebaikan.

Jika tujuh karakter itu dimiliki oleh para kader dakwah, niscaya lebih ringan dan mudah menghadapi tantangan dan hambatan di sepanjang jalan dakwah. Kader dakwah dan seluruh aktivitas dakwah akan semakin kokoh dan diterima masyarakat, dalam menghadirkan berbagai kebajikan yang diharapkan oleh umat, bangsa dan negara.

sumber http://cahyadi-takariawan.web.id/?p=2613