Thursday, 2 September 2010

Presiden Dinilai Tidak Tegas Menghadapi Malaysia

Kekecewaan jelas tergambar di wajah seluruh rakyat Indonesia yang menantikan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait masalah Indonesia – Malaysia. Pidato ini diawali oleh presiden dengan memaparkan kembali apa yang telah terjadi antara Indonesia dan Malaysia. Ditangkapnya tiga orang petugas KKP oleh Malaysia akhir Juli lalu memanaskan kembali hubungan kedua Negara ini.

Meskipun ketiga petugas tersebut dibebaskan oleh pemerintah Malaysia dengan upaya dari pemerintah Indonesia juga tentunya, belakangan timbul pernyataan akan perlakuan tidak pantas yang telah diterima oleh tiga orang petugas KKP itu. Indonesia pun berusaha mengklarifikasi kebenaran hal tersebut.

Sementara itu, rakyat Indonesia mulai menunjukkan kemarahannya atas sikap angkuh Malaysia yang dinilai banyak pihak amat menghina dan merendahkan martabat bangsa Indonesia. Kedaulatan Negara pun dipertanyakan oleh rakyat? Hanya langkah diplomasikah yang dapat diambil oleh Indonesia setelah diperlakukan demikian? Seberapa tegas pemerintah menyikapi hal ini?

Di dalam pidatonya, Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, menjelaskan kepada rakyat Indonesia demi kepentingan nasional, jalan perang bukanlah langkah yang patut diambil. Ada 2 juta warga Negara Indonesia yang tinggal dan bekerja di Malaysia. Tak dapat dipungkiri mereka punya andil besar dalam menambah devisa Negara. Bagi Malaysia sendiri, keberadaan pekerja Indonesia di negaranya juga tidak kalah penting dalam hal pembangunan di sana. Selain itu, banyak juga mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu dan mengadakan penelitian di Malaysia, dan mereka merupakan aset Negara yang ternilai harganya.

Presiden menyadari, semakin dekat hubungan dua Negara maka akan semakin besar pula masalah yang akan timbul di antara keduanya. Oleh karena itu, Indonesia berupaya untuk menyelesaikan permasalahan – permasalahan tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku. Sebagai contoh, upaya pemerintah Indonesia memperjuangkan hak – hak pekerja Indonesia di negeri Jiran tersebut, seperti masalah gaji dan hari libur mereka.

Di sisi lain, kedaulatan Negara juga tidak dapat dimain – mainkan oleh Negara lain. Pemerintah telah berusaha semaksimal mungkin melalui jalan diplomasi yang telah dilakukan dari awal. Pengiriman surat ke Malaysia pun telah dilaksanakan. Semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah telah sesuai dengan system yang berlaku.

Sekali lagi Indonesia menunjukkan kelembutannya dalam menghadapi konflik dengan Malaysia yang sudah terjadi untuk ke sekian kalinya. Tidak ada instruksi militer dalam pidato tersebut yang mengindikasikan peperangan seperti yang dikehendaki sebagian rakyat Indonesia melalui aksi – aksi demonstrasi belakangan ini. Tak hanya itu, sikap tegas yang diharapkan pun tidak muncul. Presiden hanya menginstruksikan agar perundingan perbatasan wilayah lebih dipercepat.

Bagaimana pun juga, hubungan baik kedua negara harus negara harus tetap dipertahankan demi kepentingan nasional juga ASEAN secara keseluruhan. Hal ini disebabkan Indonesia dan Malaysia merupakan pondasi dari negara – negara yang berada di kawasan Asia Tenggara.


KAMMI Daerah Kepulauan Riau Sepakat dengan Sikap yang Diambil Presiden RI


Ketua Departemen Kajian Strategis dan Humas KAMMI Daerah Kepulauan Riau, Jamhur Ar Rahman, ketika dikonfirmasi mengenai hal ini menyatakan kesepakatannya terhadap langkah – langkah serta sikap yang telah diambil oleh Presiden SBY terkait konflik dua negara tetangga ini.

“ Sikap yang diambil oleh Presiden sudah cukup tepat, karena adanya kekhawatiran dua negara ini tengah diprovokasi oleh antek – antek Yahudi, mengingat Indonesia dan Malaysia merupakan basis Islam terbesar di kawasan Asia Tenggara, “ ungkap Jamhur Ar Rahman.

Jika permasalahan kedua negara ini masih bisa diselesaikan melalui jalan diplomasi, perang bukanlah langkah yang patut diambil karena akan menimbulkan kerugian yang sangat besar di kedua belah pihak. Lagipula, rakyat Indonesia yang berdomisili di daerah perbatasan seperti Kalimantan dan Kepulauan Riau pastinya akan merasakan penderitaan sebagai korban perang.

Selain itu, kesiapan Indonesia untuk berperang dengan Malaysia juga masih dipertanyakan. Kendati memiliki kuantitas tentara lebih banyak dibandingkan Malaysia, kualitas peralatan dan fasilitas perang Indonesia tidak dapat dipastikan. Di samping itu, jika pilihan perang yang diambil pemerintah, maka setiap bulannya pemerintah harus menyediakan dana perang sekitar 6 triliun rupiah. Pertanyaannya, sanggupkah Indonesia?

Sementara itu, Muhammad Sani selaku Gubernur Provinsi Kepualauan Riau pun menyatakan ketidaksetujuannya akan jalan perang. Menurutnya, masalah antara negara Republik Indonesia dan Malaysia tidak mesti diselesaikan dengan perang. Sebaiknya hal ini sudah sepantasnya dibicarakan dalam suasana damai.
Tambahnya lagi pemerintah Provinsi Kepri, sebagai daerah yang berhadapan langsung dengan negara asing, akan memberikan masukan jika diminta oleh pemerintah pusat  dalam hal perundingan perbatasan wilayah maritim.

Gubernur juga mencanangkan untuk membentuk tim terpadu pengawasan daerah perbatasan tersebut yang akan melibatkan semua instansi yang terkait terkait. Namun sebelumnya penjelasan mengenai batas wilayah dari pemerintah pusat sangat diharapkan.

No comments:

Post a Comment