Dalam bukunya Fikih Jurnalistik, Faris Khoirul Anam menuliskan lima konsep dasar kerja pers yang mesti menjadi pegangan bagi siapa pun yang melibatkan diri dalam dunia pers. Ketika menyebutkan kata pers, maka yang terbayang dibenak kita adalah kegiatan yang berhubungan dengan berita dan memberitakan. Kelima konsep dasar kerja ini bukanlah untuk membatasi aktivitas dalam dunia pemberitaan melainkan agar pekerja pers dapat bekerja lebih tertib dan mampu memberikan informasi yang akurat dan benar kepada masyarakat.
Konsep dasar kerja pers yang pertama ialah mengklasifikasi sumber berita di mana ini adalah hal yang sangat utama karena menyangkut kebenaran informasi atau berita yang akan disampaikan kepada masyarakat. Dalam mengklasifikasikan sumber berita seorang pekerja pers membutuhkan saksi mata yang dapat dipercaya dan memenuhi syarat untuk berbicara (jika sumber adalah orang). Sumber berita tak hanya berupa orang, namun juga catatan, dokumentasi, referensi, buku, kliping dan sebagainya yang memberikan makna dan kedalaman suatu peristiwa.
Seorang pekerja pers juga tidak boleh terburu – buru dalam memberitakan suatu peristiwa sebelum ia melakukan klasifikasi dan cross check secara terus menerus hingga kevalidan berita ia terima dapat dipertanggungjawabkan, meskipun sedang dikejar deadline.
Kemudian yang kedua, membekali kerja dengan kejujuran sebagaimana disebutkan dalam butir pertama KEWI ( Kode Etik Wartawan Indonesia ), “ wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar “. Setelah mengklasifikasikan sumber berita, maka diperlukan kejujuran seorang pekerja ketika menuliskan berita tersebut dan menyebarkannya ke masyarakat. Dalam hal ini kejujuran yang dimaksud adalah kejujuran berita dan kejujuran hukum.
Kejujuran berita ialah berita tersebut ditulis dengan sebenar – benarnya dengan tidak memanipulasi data dan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan kejujuran hukum berarti seorang pekerja pers tidak diperkenankan untuk mengambil keputusan dalam menyikapi suatu berita, untuk diterima atau tidak. Pandangan pekerja pers hanya dapat dituliskan dalam berita tersebut dengan syarat pendapat merupakan penjelasan tafsir yang benar tentang suatu berita dan dampaknya, bukan pendapat pribadinya.
Konsep dasar kerja pers yang ketiga yaitu menyempurnakan kejujuran dengan akurasi. Artinya sebuah berita juga mesti dilengkapi dengan berita sekunder untuk menghindari kesalahpahaman pembaca akan berita tersebut. Sebelum berita disampaikan kepada masyarakat, kebenaran berita harus diperiksa dengan teliti dan meminta konfirmasi dari pihak yang bersangkutan, sehingga ketika berita diterbitkan, tidak ada pihak yang merasa dirugikan dengan pemberitaan tersebut.
Seperti kasus memilukan yang terjadi dibalik peristiwa Bom Bali I, 12 Oktober 2002. Peristiwa ini terjadi akibat pemberitaan yang kurang akurat, asal memberitakan dan lebih mengutamakan keinginan pasar. Di mana diekspos di media massa bahwa Letnan Djaja Suparman saat peristiwa ledakan sedang berada di Bali . Ia merasakan pers tidak berupaya menghubungi untuk meminta konfirmasi atas isu tersebut. Dan tidak dengan memberikan bukti – bukti yang ada seperti tiket pesawat atau bill hotel untuk membuktikan kebaradaannya di Bali . Jadi tidak menelan mentah – mentah informasi dari sumber anonym yang mengatakan ‘ ada dua Jenderal yaitu jendral TNI Angkatan darat dan Jenderal Polisi ada di Bali dan dikaitkan mereka berada di belakang peritiwa Bom Bali ‘.
Hal ini tentu saja memojokkan Djaja Suparman dan harus menerima kenyataan mertuanya meninggal karena shock mendengar berita itu. Setelah 40 hari pemberitaan itu ayah kandungnya juga meninggal.
Keempat, objektif dalam menjelaskan kejadian, yang artinya seorang penulis berita harus mengemukakan pendapatnya berdasarkan fakta yang ada bukan kecondongan dan ambisi pribadinya. Berita yang ditulis haruslah mencakup jalannya suatu kejadian, kelanjutan dan dampak sebuah peristiwa, fakta dan data di lapangan kemudian catatan dan solusi yang konkrit lagi bermanfaat. Seorang pekerja pers tidak diperkenankan untuk memasukkan pendapat pribadi yang bertujuan untuk memenuhi ambisinya, apalagi yang jauh dari kebenaran. Tak hanya itu, berita juga ditulis dengan gaya bahasa yang tidak melecehkan maupun menjatuhkan martabat pihak yang diberitakan.
Konsep kelima ialah mematuhi aturan dan etika umum ( kode etik ). Ketika menulis berita pekerja pers diikat oleh aturan – aturan dan ketentuan – ketentuan yang berlaku di komunitasnya. Dengan adanya aturan dan ketentuan tersebut diharapkan akan tercipta kondisi yang dapat diterima masyarakat namun tidak merugikan pihak pers.
Di Indonesia ada banyak organisasi wartawan, namun yang paling besar adalah Persatuan Wartawan Indonesia ( PWI ) dan Aliansi Jurnalis Independen ( AJI ). Organisasi – organisasi ini memiliki kode etik sendiri bagi para anggotanya yang bertujuan untuk mengontrol cara pemberitaan sehingga tidak mengganggu pihak – pihak yang akan diberitakan.