Wednesday 19 November 2014

Negara Hemat, Rakyat Sekarat

Hal yang tak pernah aku pahami sedari dulu kala adalah alasan pemerintah menaikkan harga BBM setiap waktunya. Mengapa pemerintah harus menaikkan harga BBM sementara mereka memahami benar kondisi keuangan rakyatnya. Atau jangan - jangan mereka tidak tahu? 

Alasan yang sama dari pemerintahan SBY selama 10 tahun belakangan adalah untuk mengurangi beban negara, karena itulah subsidi harus dicabut sehingga harga BBM menjadi naik. Negara lalu dapat menghemat sekian triliun rupiah yang akan digunakan untuk pembangunan. 

Baiklah, apa pun alasan dibalik itu, aku tetap engga setuju dengan kenaikan harga BBM. Kenaikan seribu atau dua ribu bukan masalah sebenarnya, melainkan dampak yang timbul dari dua ribu rupiah itu. 

Kita tahu bahan bakar minyak sudah termasuk dalam kebutuhan primer hari ini disamping sandang pangan dan papan. Keberadaannya mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita kan. 

Kenaikan ini berdampak pada naiknya biaya produksi perusahaan yang otomatis untuk tetap mendapatkan keuntungan harga produk juga harus dinaikkan. Siapa yang akan membeli produk? Kita. 

Kenaikan harga minyak tentu berpengaruh pada biaya transportasi. Perusahaan yang bersangkutan atau alat transportasi pasti juga tidak mau rugi. Apa mereka penganut besar pasak daripada tiang? No, mereka ini pengusaha. Yang dicari adalah keuntungan. Untuk tetap untung, satu-satunya cara adalah menaikkan ongkos transportasi. Lalu siapa yang menggunakan alat transportasi? Kita

Tak hanya itu kenaikan harga minyak ini sangat mempengaruhi harga kebutuhan barang pokok. Fenomena yang selalu terjadi, begitu isu kenaikan bbm berhembus, secara otomatis para pedagang menaikkan sendiri harga barang-barang mereka. Padahal belum ketok palu. Lalu siapa yang akan membeli barang-barang itu? Kita. 

Apa selanjutnya? Kitalah yang akan membeli kebutuhan pokok tersebut dengan harga yang tak bisa kita kendalikan. Kitalah yang akan membayar ongkos transportasi. Kitalah yang harus menghemat pengeluaran rumah tangga, memotong anggaran rumah tangga dan lain sebagainya. Kita jugalah yang akan lebih bekerja keras untuk mendapatkan penghasilan lebih banyak untuk menutupi sudut ekonomi rumah tangga.

Lalu di manakah hasil penghematan anggaran yang dikatakan pemerintah? Bisakah hasil penghematan itu mengendalikan harga-harga di pasar? Bisakah ia membuat kondisi ekonomi sebuah keluarga tak harus melakukan penghematan sana sini agar kebutuhan pokoknya terpenuhi? Untuk apakah triliunan rupiah hasil pencabutan subsidi itu digunakan? 

Apakah gaji kita akan dinaikkan? Sebagai pemilik usaha, apakah kita akan menjual produk dengan harga yang sama dengan harga sebelum kenaikan bbm? 

Entahlah, aku bukan pakar ekonomi. Hanya pertanyaan yang muncul. Kuharapkan kalian sebagai pakar ekonomi jujur dalam membuat analisa dengan kondisi ekonomi keluarga sebagai pertimbangan juga sudut pandangnya.

Bila negara bisa menghemat lalu bagaimana dengan rakyat?




No comments:

Post a Comment