Beberapa waktu yang lalu, saya bertemu dengan seorang perempuan yang  sudah saya kenal sejak lama. Ketika itu saya masih duduk di bangku SMP,  tidak berjilbab, masih polos dengan hal – hal yang berbau dunia luar,  selalu diantar ayah dengan angkot mata pencaharian kami. Rambut masih  berkepang dua, karena peraturan sekolah menghendaki murid – muridnya  senantiasa rapid an tampak seragam.
Dan di sana lah saya bertemu dengan wanita itu. Wanita yang  mengenakan jilbab amat besar menurut saya ketika itu, sama sekali tidak  cantik dalam pandangan saya, malah terlihat kuno sekali. Maklum, bacaan  saya ketika itu majalah Aneka Yes! yang jadi tren remaja tanggung di  kala itu.
Pertama kali bertatap muka, saya hanya berani memandang sekilas dan  terkesan tidak berniat untuk mengobrol. Lama kelamaan, obrolan kami  menjadi sedikit banyak karena hampir tiap pagi wanita itu naik angkot  ayah saya dengan tujuan yang sama pula.
Saya tak akan pernah lupa dengan majalah Annida yang ia pinjam kan  kepada saya suatu hari di pertemuan kami yang ke sekian kalinya. Majalah  itu seperti jembatan antara saya dan dia. Sebenarnya, sebelum ia  meminjamkan majalah itu, saya sudah pernah membacanya di tempat saya  mengaji. Guru ngaji saya yang gemar sekali membaca itu menyodorkannya ke  saya beberapa kali. Kemudian saya memutuskan untuk terus membaca dan  berlangganan.
Lumayanlah untuk kocek anak SMP, majalah itu teramat murah untuk ilmu luar biasa yang disajikannya tiap edisi.
Baiklahl, saya bukannya ingin menceirtakan tentang majalah itu, tapi  yang ingin saya bagikan di sini ialah tentang wanita tersebut.
Sebelum melanjutkan ke cerita inti, sekedar pemberitahuan, saya sudah  meminta izin kepada wanita itu untuk menuliskan kisahnya. Semoga bisa  menjadi sumber inspirasi bagi siapa pun yang membacanya.
Seiring berjalannya waktu, belakangan saya ketahui, bahwa wanita  tersebut terlibat dalam aktivitas yang sama yang sedang saya geluti.  Kami kemudian sering bertemu dalam kegiatan kajian keislaman di kota  yang sama, kadang mengadakan baksos di tempat yang sama juga beberapa  tempat lainnya. Setiap bertemu ia masih dalam status yang sama, single  alias belum menikah.
Awalnya saya mengira wanita itu sudah menggenapkan setengah diennya  ketika kami bertemu pertama kali di angkot ayah saya. Jika dihitung –  hitung sejak pertemuan pertama, sudah hampir 7 tahun yang lalu (sekarang  2011). Rupanya hingga kini ia masih belum menikah. Saya tak berani  menanyakan umur wanita itu karena takut menyinggung perasaannya. Saya  hanya mengira – ngira, jika ia sudah menikah, tentulah anaknya sudah  duduk di bangku SMP. Tapi biarlah pikir saya ketika itu.
Dan Allah mempertemukan saya kembali dengannya beberapa waktu yang  lalu. Kali ini dengan status yang berbeda. MENIKAH. Sungguh kejutan luar  biasa yang saya dapatkan saat ia memberitahukan hal tersebut. Aura  wajahnya menunjukkan kebahagiaan yang tak dapat saya lukiskan dalam kata  – kata sederhana ini. Namun yang pasti adalah, wajah penuh rasa syukur  dan berserah diri itu selalu tergambar pada wanita itu.
Ia berkata pada saya bahwa ini pernikahannya kali ini sungguh  membuatnya merasa sangat bersyukur. Allah telah memberikannya seorang  pendamping hidup yang baik baginya. Pendamping hidup yang dianugerahi  oleh Allah itu sangat mengerti akan dirinya, sangat sesuai dengan apa  yang ia butuhkan. Hidupnya merasa sudah terlengkapi kala pernikahan itu  dilaksanakan. Alhamdulillah……
Penantian wanita tersebut selama puluhan tahun bagi saya bukanlah hal  yang mudah. Apalagi untuk seorang perempuan. Dalam hati saya memuji  keteguhan dan kesabaran yang wanita itu menanti jodoh yang telah  ditetapkan Allah baginya. Doa – doa panjangnya selama tahun – tahun  penantian itu terjawab sudah. Siapa yang menyangka di usia yang sudah  senja, Allah memberinya seorang lelaki gagah yang menerimanya apa  adanya.
Janji Allah itu selalu benar. Allah senantiasa mengabulkan doa  hambaNya yang selalu berdoa padaNya. Dia telah menciptakan manusia  berpasang – pasangan. Semua hanya masalah waktu. Tentang kapan janji itu  akan ditunaikan. Bersabarkah manusia tersebut dalam menunggu  tertunainya janji Rabbnya yang dicintainya. Hanya masalah waktu.
Selamat untuk ibuk atas pernikahannya, semoga menjadi keluarga yang  sakinah, mawaddah dan warahmah serta senantiasa menjadi teladan bagi  rumah tangga yang lain.
*tribute to Ibuk yang telah bersabar dalam penantian panjang menjemput jodoh
No comments:
Post a Comment