Sunday, 9 January 2022

Satu Tahunku di Tanjung Balai Karimun 1



 Halooooo


Sebelumnya aku pernah posting di story IG tentang cerita masa kecilku di Batam. Hanya satu tahun kemudian aku pindah lagi ke Tanjung Balai Karimun. Tadinya cerita itu mau kulanjutkan di IG tapi sepertinya akan lebih mudah dibaca kembali kalau aku menuliskannya di blog. 


Fyi, ketika aku sekolah dasar, hampir ssetiap tahun aku pindah sekolah dari satu kota ke kota lainnya. Mulai dari kelas 1 SD hingga 5 SD dan kemudian menetap di satu kota hingga lulus kuliah. Baru kemudian setelah menikah aku pindah lagi ikut suami. 


Sekitar tahun 1997 atau 1998, aku kelas 2 SD. Kami pindah dari Batam ke Tg Balai Karimun. Mungkin banyak yang mengira orang tuaku bekerja di pemerintahan tapi tidak. Ayahku bekerja sebagai seorang sopir. Kendaraan yang biasa beliau bawa sampai sekarang adalah angkot. Waktu di Batam bawa taksi. Nah di Balai inilah baru bawa lori air minum. 


Kami tinggal bisa dibilang bagian yang agak terpelosok, bahkan ketika itu listrik belum ada di sana. Sehari hari ketika malam tiba kami menyalakan lilin atau lampu semprong yang untuk memghidupkannya harus dipompa dulu. Dan cahayanya lebih terang daripada lampu templok yang pakai minyak tanah. Warnanya putih seperti bohlam. 


Ayahku mengantarkan persediaan air bersih ke kapal kapal tanker yang berlabuh di sana. Kalian tahu kan kapal yang menarik tanker berisi pasir atau batu bara. Nah d tempatku, kapalnya berisi pasir. 


Di sana ada pabrik yang mengambil pasir lalu dimuat ke kapal lalu dikirim entah ke mana. Waktu kecil aku tidak tahu tapi rasanya sekarang aku tahu mereka adalah pengeruk pasir. Bisnis besar. Aku pernah singgah ke pabriknya. Ada banyak sekali alat berat dan pipa. Pasir pasir itu dikeruk kemudian diolah dan hasilnya dimuat ke kapal. Ada pipa pipa besar di sepanjang jalan dari pabrik menuju kapal yang berisi pasir yang berjalan. Dulu aku senang sekali melihatnya setiap pergi bersama ayah ke kapal untuk mengantarkan air bersih. 


Karna sering ikut maka aku juga sering diajak naik ke kapal dan bermain di dalamnya. Hal yang paling kusuka adalah tempat kapten kapal. Ada banyak peralatan tapi aku hanya diizinkan untuk bermain dengan radio orari ya namanya, ah lupa. Seperti walkie talkie. "Kapten di sini, ganti" Hahahha it was fun to play with it. 


Banyak hal yang aku ingat saat tinggal di sini. Lingkungannya, rumah penduduk, permainanku, sekolahku, pembullyanku hahaha tapi tak banyak yang kuingat tentang orang orangnya. Bahkan guruku sendiri aku sudah lupa. Mungkin waktu itu aku tak begitu dekat, biasa saja. 


Aku tinggal di lingkungan yang rumah penduduknya sedikit berjauhan. Jadi ga seperti di perumahan yang aku bisa memanggil tetangga depan rumah. Di sana tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat. 


Bisa dibilang di sekeliling kami masih banyak hutan dan juga semak semak yang belum dirambah manusia. Aku ingat ada perkebunan sayur tak jauh dari rumah. Di sana pertama kalinya aku melihat tanaman semangka, terong dan sayur lainnya. 


Di samping rumahku ada kolam kolam berisi air bersih. Air inilah yang disedot ke lori ayah dan dibawa ke kapal. Aku masih mengingat suara mesinnya, senangnya dan juga kolam kolam itu. 


Oh iya, karna tidak ada listrik beberapa rumah, termasuk rumahku, punya mesin genset sendiri. Jadi kami masih bisa menikmati tontonan televisi dan juga cahaya lampu meski jumlahnya terbatas. Jika ada tetangga yang mau, mereka bisa membayarnya untuk bantu membeli minyak genset. 


Sebelum aku pindah ke rumah itu, kami tinggal sementara di rumah sebelahnya. Di sana ada satu kamar kosong, tepatnya di bagian samping luar rumah. Jadi untuk beberapa waktu kami tidur dan makan di sana. Untuk masak, ibuku menumpang di rumah induk. Kalau tidak salah namanya Mak Mai, orangnya sangat baik dan beliau punya anak gadis perempuan. Aku menyukainya dan meski sudah SMA ia tak sungkan bermain d3ngan kami yang masih kecil kecil. 


Rumah Mak Mai punya halaman yang luas dan pasirnya aku suka. Mungkin karna kami tinggal tak jauh dari pantai jadi pasir di depan rumah Mak Mai seperti pasir pantai. Begitu juga dulu di sekolahku. 


Karna aku tinggal tak jauh dari hutan (tapi di tepi jalan ya) , pernah suatu hari ada ular yang sangat besar mati di tengah jalan. Panjangnya selebar jalan. Sepertinya dia tertabrak mobil yang melintas. 


Di sini juga aku mengenal kecebong, para anak katak. Bahkan aku dan teman teman menangkap kecebong di kolam dan bermain main dengannya. 


Selain bermain kecebong kami juga suka bermain sepeda. Karna di sana tidak ada listrik maka kami mulai berpikir bagaimana caranya agar di sepeda ada lampu jadi tetap bisa main di malam hari. 


Inilah pertama kalinya aku membuat lilin kertas. Entah ide nya darimana atau dari siapa. Kami menempatkan minyak goreng di wadah yang aman dan menegakkan gulungan kertas sebagai sumbu. 


Dan benar saja, lebih hemat daripada kami harus pakai lilin karna sepertinya minyak gorengnya tidak berkurang. Sejak itu kalau mati lampu aku suka menyalakan lilin dengan minyak goreng. 


Wah sepertinya panjang sekali ya ceritanya. Kita sambung di part berikutnya aja 


Thank you udah mampir dan membaca sampai akhir 🥰🥰


2 comments:

  1. Lilin kertas? Pake minyak makan?

    Kamu Thomas Alva Edison?

    ReplyDelete