Tuesday, 2 December 2014

Jika Ini Malam Terakhir

Besok ke Pulau Pangkil lagi... Kali ini diminta untuk ngisi. Waaah aku beneran nolak habis-habisan di awal ketika Ima nyampein pesan ibuknya ke aku. What the hell???!! Yang akan dengerin itu adalah ibu-ibu yang usia dan pengalaman hidupnya jauh di atas aku. Apalagi ini bakalan diminta ngasih motivasi buat para ibu biar anak-anaknya mau belajar agama. Ou yeah, harusnya aku bicara pada anak-anaknya -_- 

Dua minggu yang lalu acaranya udah cancel, aku bisa bernafas lega. Tapi rupanya minggu lalu, Ima hubungin lagi karena acaranya bukan batal, tapi cuma ditunda. Ou my God!!! 

"Temanya tentang apa, Im?"

"Kata mamak, pendidikan rumah tangga atau pendidikan anak gitu kak"

Ikiboya????! Mamaknya ima kan udah tahu aku belum nikah apalagi punya anak. Gimana aku mau ngomong sesuatu yang bahkan belum pernah aku lalui??? Bisa didemo sekampung trus di tenggelamin ke laut T_T 

"Mamak maunya kakak yang ngisi" kata Ima setelah kutawarkan beberapa orang yang cucok buat ngisi materi itu. Duh, baiklah jika ini memang permintaan, apa pun resikonya biar kita liat belakangan deh. I should try, huh? Lagipula sebenarnya aku juga bingung siapa lagi yang mau kubawa ke sana. Beberapa ummahat pernah kutawari, tapi masih belum bisa. Ada yang jadwalnya ga pas, ada pula yang takut dengan kondisi transportasi ke sana. 

Sejujurnya selain bingung dengan apa yang akan kusampaikan besok, ada hal lain yang membuatku lebih khawatir. Cuaca. 

Tiga minggu belakangan cuaca di Tanjungpinang benar-benar penuh hujan. Pagi bisa cerah, tapi jelang zuhur hampir selalu hujan lebat. Bahkan semalam sekitar jam 3.30 pagi angin berhembus sangat kencang hingga subuh hujan turun dengan deras. Tak bisa kubayangkan bagaimana kondisi laut saat ini. 

Ada banyak pikiran berkecamuk yang berkata, jika ini adalah malam terakhirku menulis di blog ini maupun di sosial media lainnya. 

Terakhir kali aku ke sana, cuaca sangat baik cerah dan tak berawan. Tapi di tengah jalan, kupikir setelah melewati Pulau Penyengat, ombaknya cukup tinggi, bahkan air laut beberapa kali masuk ke kapal. Kami yang duduk di tepi sudah basah setengah badan. Ditambah lagi, beberapa menit menuju pelabuhan Pangkil, kapal kami berhenti di tengah laut. Entah karena mesin mati atau memang harus berhenti daripada melawan arus yang bisa bikin kapal kami terbalik. 

Perjalanan pulang tak kalah hebat! Seperti biasa kami diantar orang tua Ima yang alhamdulillah punya sampan bermotor. Jauh berbeda dengan yang biasa kami pakai untuk  ke Penyengat. Sampan ini lebih kecil dan sama sekali tak punya atap. Hampir 15 menit perjalanan pulang itu kami habiskan dengan meloncat-loncat di laut (maksudku sampan itu terus terangkat bagian depannya, hingga kupikir kami bisa jatuh ke laut kapan saja).

Karena itu besok aku berencana untuk mengenakan pakaian yang tidak berat alias ringan, tidak ribet. Juga tak akan membawa banyak barang di dalam tas kecuali HP, Quran dan buku bacaan Hal ini kulakukan untuk berjaga-jaga seandainya kami jatuh ke laut (nau'dzubillah) dalam perjalanan pergi atau pulang. 

Aku tak tahu apakah bisa berenang atau tidak. Meski senang berenang di laut, tapi aku tak yakin aku bisa berenang di laut lepas seperti itu. Pakaian ringan untuk memudahkanku untuk bergerak dan barang bawaan kuminimal agar tak begitu banyak nantinya barang yang harus kuselamatkan (selain nyawa). 

Haaah, aku tahu ini berlebihan, tapi tak ada salahnya mempersiapkan. We never know what will happen tomorrow. 

Bila ini adalah tulisan terakhir, aku sangat berharap mereka yang dalam hidupnya merasa kusalahi akan memaafkan kesalahanku. Hutangku terlunasi dan yang lebih penting adalah tolong datang ke rumah dan sempatkan untuk mengantarku ke pemakaman (jika jasad ditemukan). 

Ah, seperti catatan kematian... Lebih baik aku mempelajari apa kira-kira besok akan kusampaikan

No comments:

Post a Comment