Tuesday 26 October 2021

Movie Review: Escape from Mogadishu


 Wah sudah lama engga nulis review di blog. Biasanya langsung tulis aja di IG story trus simpan di highlight, jadi kapan pun bisa baca dan mudah dicari. Tapi berhubung harus nge tap tap berulang kali, kayanya emang paling enak tuh bikin review lengkap di blog. Mau nyari juga tinggal ketik judulnya. 

Aku salah satu orang yang suka nonton film dengan settingan jaman dulu. Mau itu film perang atau sejarah tentang seseorang. Menarik untuk ditonton meski secara visual g se wow film dengan settingan masa kini. Kalo settingan masa depan agak aneh sih hahaha kenapa ya banyak yang menggambarkan masa depan itu suram dan banyak perang terjadi. Segala bagian bumi hancur lebur dan hidup manusia malah lebih buruk dari masa sekarang.

Okelah, aku baru aja nonton film Korea yang berjudul Escape from Mogadishu. 


Mogadishu adalah ibukota negara Somalia yang berada di Afrika, sebelahan sama Kenya dan Djibouti. Jujur, sebelum nulis review ini aku bacaa baca dikit tentang Somalia dan Presiden Barre yang disebut dalam film. Juga Aidid. Bukan Aidit, itu sih ketua partai jaman baheula. 

Bisa disimpulkan, Presiden Barre tu kaya Soeharto karna memerintah suatu negara sampe puluhan tahun. Kalo Soeharto 32 tahun, Barre cuma 22 tahun. Ckkckck emang ya, ketika berkuasa terlalu lama, seseorang akan jadi sangat tamak dan haus akan kekuasaan terus menerus.

Nah film ini terjadi sekitar tahun 1990 di Somalia. 

Bercerita tentang duta besar Korea Selatan yang berada di Somalia. Di tahun itu, Korsel sedang mengumpulkan dukungan agar ia bisa diterima menjadi anggota PBB. Duta besar Han yang bertugas berusaha melobi pemerintah Somalia agar memberikan dukungan kepada mereka. Di satu sisi, juga ada Duta Besar Korea Utara yang sedang mengusahakan hal yang sama. Maka terjadilah lobi lobi. 

Somalia itu salah satu negara paling korup di dunia. Dalam lobi lobi ini keliatan tuh, gmana perwakilan dari Somalia menawarkan untuk mendapatkan dukungan mereka, Korsel membantu mendanai biaya kuliah anak di perwakilan Somalia hahaha

Sebenarnya Korsel termasuk sulit untuk mendapatkan dukungan itu mengingat Presiden Barre itu aliran sosialis. Dan kemungkinan besar dukungan akan diberikan ke Korea Utara yang juga beraliran sama.

Di tengah perundingan, meledaklah perang sipil. Rakyat Somalia turun ke jalan menuntut agar Presiden Barre dihukum dan diadili atas tindakan korupsi dan kezalimannya. Fyi, dari yang aku baca Barre ini mirip Kim Jong Un di Korut. 

Jadi selama dia memimpin, di Somalia tuh diharuskan ada foto fotonya sebagai bentuk pemujaan. Yah sakral banget kesannya. Padahal penduduk Somalia mayoritas beragama muslim.

Nah di tengah kerusuhan itu, juga terjadi perampokan dan penjarahan besar besaran. Semua toko, pasar dan tempat ekonomi bergerak jadi sasaran rakyat. Persis kaya 1998. 

Keadaan kemudia diperparah ketika kelompok pemberontak juga turut serta dan mereka bersenjata. 

Somalia, khususnya Mogadishu menjadi sangat mencekam terutama untuk orang asing dan para duta besar. 

Mereka para pemberontak yang dipimpin oleh Jenderal Aidid mengeluarkan selebaran yang meminta para duta besar memilih. Apakah tetap mendukung pemerintahan Presiden Barre atau berpihak pada mereka. 

Setelah selebaran ini beredar, para duta besar beserta staf dan keluarga bergegas meninggalkan Somalia. Sayangnya ga mudah karna mereka ga bisa menghubungi negaranya untuk minta bantuan karna telepon dan listrik mati. Sebagian besar mereka pun terisolasi di dalam kedutaan. Termasuk Korsel dan Korut

Di masa masa yang mencekam itu, para pemberontak berkeliling kota untuk merampok dan menjarah. Mereka pun masuk ke dalam kedutaan terutama negara yang mereka pikir mendukung penuh presiden Barre. 

Konsulat Korsel pun meminta polisi setempat untuk menjaga kedutaan dengan memberikan imbalan sejumlah uang pada mereka. Sementara itu kedutaan Korut berhasil dirampok dan dijarah hingga mereka tak lagi memiliki persediaan makanan dan memutuskan untuk segera keluar. Jika tidak, kelompok pemberontak akan kembali dan membunuh mereka. 

Menurt aku, bagian paling mencekam selama film ini adalah ketika duta besar Korut beserta staff dan keluarganya berusaha mencari tempat aman. Mereka keluar tengah malam di saat pemberontak sedang berkeliling. Melewati blok demi blok bersama anak anak juga.

Saat mereka terjepit, mereka berada di sekitar kedutaan Korsel. Tak jauh dari sana ada kelompok pemberontak juga. Kebayang donk gmana 

Mau masuk ke kedutaan Korsel nanti mereka akan dituduh membelot karna minta bantuan Korsel. 

Tapi kalau g masuk nyawa mereka dan anak anak bisa terancam.

Sampai d tahap ini aku berpikir ternyata memasuki gedung sebuah kedutaan besar ga semudah itu apalagi untuk negara yang bertikai kaya Korsel dan Korut. Meski ini urusannya nywa, tapi mereka juga dilingkupi keraguan. Karna ini bukan hanya menyangkut diri pribadi tapi juga marwah sebuah negara. Mereka para duta besar dan cerminan negara.

Bahkan ketika untuk keluar dari daerah konflik, hanya bisa menghubungi negara yang punya hubungan atau negara yang memiliki konsulat negara tertentu. Kalau tidak yang g dilayani dengan alasan tidak ada hubungan diplomatik.

Ironi....

Betapa sebuah hubungan internasional sebuah negara dengan negara lainnya bisa sangat mempengaruhi kehidupan seseorang. 

Saat makan bersama pun negara yang bertikai harus tetap waspada terhadap gerakan satu sama lain.

So, menurut aku film ini cukup rekomendit apalagi jarang sekali Korea mengangkat isu ini. Kita bisa belajar hubungan internasional dan kemanusiaan juga apa yang terjadi ketika sebuah daerah dilanda konflik terus menerus. 


Sebelumnya aku pernah nonton film Black Hawk Down yang juga bertempat di Somalia di tahun 1990an juga ketika Jenderal Aidid akhirnya menjadi presiden Somalia setelah Barre. 

Dua film ini memberikan kita gambaran bagaimana Somalia. Yang hingga saat ini masih hidup dalam kemiskinan, pendidikan rendah dan tentu saja dikuasai oleh orang orang korup. 

Juga bagaimana mereka yang mengaku akan membantu Somalia padahal hanya memberikan penderitaan lebih besar pada rakyat. Meereka bukan membantu melainkan berusaha mengambil apa yang dimiliki. 

Tahun 90 an adalah tahun penuh trauma bagi Somalia yang penuh konflik dan selalu menjadi medan perang. Perang saudara tak berhenti menghiasi kehidupan negara ini.

Bukannya memikirkan bagaimana generasi selanjutnya dapat menikmati kehidupan yang lebih baik, tapi mereka hanya dilingkupi ego manusia yang tak kunjung terpuaskan. 

2 comments:

  1. Aku juga nonton ini...
    Tapi belum beres. Hahha...padahal pesona Jung In Sung pakai celana cutbrai doonk..

    Oke, aku lanjut nonton Film ini dulu yaa..
    Nanti aku komen lagi, ehhehe...tertarik baget sama ulasannya.

    **dari hati

    ReplyDelete
    Replies
    1. waaah seneng nyaaa dapat komen dari kontributor drakorclass.com

      ditunggu jugaaa ulasannya

      Delete