Tuesday 9 December 2014

Harry Potter and the Prisoner of Azkaban

Demi menumbuhkan semangat baca kembali aku mulai dari awal. Terasa banget beberapa tahun belakangan, passion untuk baca buku menurun. Semangat untuk beli sih masih, selagi dapat duit hal pertama yang aku pikirkan adalah beli buku baru, walopun kondisi keuangan lagi sempit banget.

Kulihat deretan buku di lemari, di kamar, di meja Uma dan di meja depan. Waktu Usup pulang kemarin dia juga bawain beberapa buku baru. Hfft... Kebanyakan buku Usup adalah tentang ikhwanul muslimin dan tentang pergerakan lainnya. Aku ga sanggup buat baca yang begituan untuk saat ini.

Kuputuskan mulai dari nol, dari Harry Potter hehehe....



Dari tujuh serinya, aku baru punya tiga seri, duanya beli yang satu ngambil punya Onang. Daripada ditaruh di rumahnya lebih baik kubawa pulang hehehe... Aku cuma punya seri ketiga yaitu The Prisoner of Azkaban, lalu yang keenam The Half Blood Prince dan tentu yang terakhir adalah Relikui Kematian. Dua buku terakhir kubeli dengan uang jajan yang ga seberapa dan harus nahan diri buat ga ke kantin selama beberapa minggu.

Walah jadi curhat, tadi maksudnya mau nge resensi buku Harry Potter and the Prisoner of Azkaban.

Ketujuh seri Harry Potter emang sukses bikin JK Rowling penulisnya masuk dalam deretan orang terkaya di dunia. Ketujuh bukunya sukses jadi best seller dan dinantikan sama pembacanya dari seluruh dunia. Ah, aku masih inget dengan artikel-artikel yang nangkring di majalah remaja dulu. Betapa orang-orang, dari anak-anak sampe yang tua rela ngantri dari tengah malam buat dapetin bukunya. Plus mereka nunggu dengan kostum penyihir dalam buku tersebut.

Ga cuma itu, aku ingat pernah baca artikel di mana JK Rowling dapat penghargaan dunia karena ia mampu meningkatkan minat baca anak-anak lewat bukunya. Wowww.... untuk soal ini emang salut and jempol banget buat doi.

Sebagai salah satu pembaca setianya, novel ini sudah barang tentu jadi novel favorit aku. Jika ada yang bertanya apa novel favorit maka aku akan menjawab Harry Potter. Ahahah beberapa orang akan mengernyitkan dahi.

Bukan apa-apa, mungkin pada awalnya mereka akan mengira aku akan menyebutkan deretan novel Islami yang booming di Indonesia. Ups, sejujurnya aku tak begitu suka. Satu-satunya novel Islami yang kubaca dan sangat berkesan cuma ayat-ayat cinta.

AKu mengenal Harry Potter di usia di mana tidak memungkinkan untukku untuk bertemu dengan novel Islami seperti itu. Lagipula aku bukan penikmat buku fiksi yang dikarang oleh penulis Indonesia.

Nah di buku ketiga ini begitu memberi kesan dengan alur ceritanya yang spektakuler. JK Rowling menurutku sangat piawai dalam memberikan gambaran kepada pembaca tentang karakter tiap tokoh, tempat dan bahkan mantra serta mata pelajaran. Buat yang belum jatuh pada buku ini, aku sangat menyarankan loh.

Untuk anak-anak, buku ini harus didampingi orang tua. Fungsinya untuk memberikan penjelasan lebih lanjut pada mereka mengenai kedudukan sihir dalam Islam. Biar anak-anak engga berhayal yang aneh-aneh. Ga lucu akan ada anak-anak yang keliaran pake jubah hitam dan pegang tongkat sihir. Separah anak-anak yang loncar dari atap karena mengira dirinya adalah superman.

"Mom, perhatikan apa yang dibaca dan ditonton anak-anakmu!"

Sebenarnya ada satu harapan ketika selesai membaca buku seri ketiga ini, yaitu JK Rowling mau menuliskan kisah persahabatan James Potter, Sirius Black, Peter Pettigrew dan Remus Lupin di masa sekolah. Ada rasa penasaran yang amat dalam buatku untuk membaca kisah mereka. Tentang bagaimana kehidupan Sirius Black setelah memutuskan hubungan dengan keluarga berdarah murninya, bagaimana ibunya mengamuk hingga menghapus ia dari daftar keluarga.

Atau bagaimana sebenarnya karakter James Potter yang dibilang sombong oleh Snape itu. Tentu Snape bukan hanya sekedar cemburu. Lalu bagaimana Lily, ibu Harry bisa jatuh cinta pada James dan bukan pada Snape yang merupakan teman kecilnya.

Kupikir aku lebih tertarik pada cerita persahabatan mereka ketimbang mengharapkan Rowling menulis tentang kehidupan Harry setelah lulus dari Hogwarts (ah, apa dia lulus? Bukankah di buku ketujuh bahkan Harry kembali ke sekolah hanya untuk mencari jiwa Voldemort lainnya).

Lalu, apa bagian favoritku dari buku ini? Ou ou pastinya adegan di pertandingan Quitditch di mana Gryffindor melawan Slytherin untuk memperebutkan piala tahunan.

Bagian favoritku adalah di kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh Jordan, komentator permainan. Di awal permainan yang ia komentari bukan jalannya pertandingan tapi Firebolt Harry Potter yang didapatkannya sebagai hadiah Natal. Sampai-sampai Profesor McGonnagal harus menegurnya beberapa kali.

Rupanya tak sampai di situ, Lee Jordan juga memaki-maki pemain Slytherin yang berbuat curang dengan mengarahkan budgernya ke pemain Gryffindor. Lucu sekali hingga Profesor harus menjauhkan mikrofon darinya. Namun tentu saja pertandingan ini berakhir dengan kekalahan Slytherin setelah Harry berhasil menangkap snitch.

Well, secara keseluruhan buku ini adalah bagian yang cukup mengharukan dalam kehidupan Harry di mana untuk pertama kalinya ia merasa memiliki orang tua yaitu Sirius Black yang adalah walinya. Membayangkan Black hidup di Azkaban yang dijaga oleh ratusan dementor selama 12 tahun membuat semua orang bergidik. Satu hal lagi, bagaimana sebenarnya Black bisa tetap bisa mempertahankan akal sehatnya hingga ia tak terpengaruh dengan kondisi ngeri yang disebabkan oleh dementor.

Mari berharap JK Rowling akan menulis kisah persahabatan Black cs ya

No comments:

Post a Comment