Malam ini sudah janji dengan Pak Edi untuk hadir di acara bedah buku beliau tentang tempat – tempat wisata di Provinsi Kepri. Sebelum saya menceritakan apa isi pertemuan tersebut, izinkan saya bercerita bagaimana saya bisa mengenal beliau.
Saya mengawali perkenalan setelahmembaca opini yang beliau tulis di Koran Haluan Kepri beberapa waktu lalu yang berjudul “Membranding Wisata dengan“Kepri” atau “Riau Islands” di November 2012 yang lalu. Tulisan tersebut berisi catatan hasil pertemuannya dengan seorang turis asing yang merasa aneh ketika mendengar kata Kepri karena selama ini ia lebih familiar dengan sebutan Riau Islands untuk kawasan Kepulauan Riau saat ini.
Kala itu tulisan opini mengenai pariwisata agak jarang saya temukan di kolom – kolom opini, yang didominasi topik politik, ekonomi, pendidikan. Entah karena saya tak begitu melek media, namun tulisan itu cukup menarik. Apalagi menyangkut Kepri yang belakangan begitu saya minati.
Bakat iseng menyapa orang tak dikenal di sosial media menggiring saya untuk mencari nama penulisnya di facebook. Dan ketemu! Tanpa pikir panjang saya langsung memperkenalkan diri dan mendiskusikan beberapa hal dalam tulisan tersebut.
Keisengan itu berbuah silaturahim yang baru buat saya. Rupanya beliau menulis buku – buku yang saya dapatkan dari Dinas Pariwisata Prov Kepri. Semakin menarik! Sayang, belum semua buku pariwisata itu saya lahap dan ada juga yang belum saya dapatkan, terutama tentang peraturan daerahnya.
Singkat cerita, berawal dari keisengan di facebook, saya mendapatkan informasi baru melalui beliau terkait pariwistadi Kepulauan Riau. Lalu malam ini rupanya di pameran yang diadakan oleh Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Prov Kepri, pak Edi bersama teman – teman dari Batam Link Publisher mengisi kegiatan bedah buku di sana.
Sesi pertama adalah Rahman Fadli yangmenceritakan pengalamannya berkunjung ke Negara ASEAN dalam waktu sembilan hariyang ia khususkan setelah mengambil cuti dari tempat kerja. Di awal beliaumenyebutkan bahwa perjalanannya tersebut hanya menghabiskan biaya kurang lebih3,5 juta rupiah. Sebuah harga yang murah meriah dibandingkan kepuasanmengunjungi tempat – tempat tersebut.
Yang saya tangkap dalam penyampaiannyaadalah tentang kondisi Negara di ASEAN yang tertutup debu kendaraan. Saya jadiingat Jakarta, tapi Tanjungpinang juga sudah sangat berdebu. Juga tentang kesulitannya berkomunikasi dengan penduduk setempat yang tidak bisa berbahasaInggris. Pikir saya, mungkin beliau kurang beruntung karena tak bertemu dengan penduduk yang punya skill tersebut.
Dari perjalanannya selama 9 haritersebut, ternyata biaya paling besar yang harus dikeluarkan adalah ketika harus pulang ke Indonesia melalui Singapura yang menghabiskan setengah anggarannya.
Perjalanannya ini membuktikan bahwa kami yang saat ini beruntung tinggal di Kepri, khususnya Batam dan Tanjungpinang dimudahkan aksesnya untuk berkunjung ke Negara lainnya tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.
Mungkin teman – teman di Indonesia bagian lainnya tidak memiliki kesempatan seperti itu, namun kami di Kepri berpeluang besar untuk berperjalanan dengan biaya sederhana. Semoga tahun berikutnya beliau mampu menginjakkan kaki di Eropa, Amerika dan Afrika kemudian menuliskan kisahnya.
Di sesi kedua, kami dikenalkan padaseorang penulis novel yang bernama Julie Kendall. Ada bukunya yang saya lihatmemakai nama aslinya, namun belakangan diganti dengan Abi Zhie (Abi = ayah).Konon, diganti karena namanya yang mirip dengan sutradara terkenal asal AmerikaSerikat. Memang ketika saya mencoba mencarinya di facebook, yang temukan bukanbeliau, tapi justru sutradara tersebut.
Tibalah di sesi ketiga, sesi yang sayatunggu karena akan membahas buku panduan pariwisata yang saya pernah dapatkan dariDinas Pariwisata setempat dengan judul “Kepri the Beauty of Nature, anEssential Guide to Explore Kepri”.
Dalam presentasinya, Pak Edi lebihbanyak mengeskplorasi tempat – tempat wisata di Lingga, Anambas dan Natuna. Tempatwisata lainnya tetap dijelaskan, namun porsinya lebih sedikit (langsung bacabukunya aja). Beliau sepertinya tengah mengarahkan bahwa untuk Kepulauan Riau,wisata maritim mestilah menjadi andalan dan dipasarkan ke luar negeri.
Kepri yang telah memiliki modal keindahanalam yang tak kalah dengan daerah – daerah Indonesia lainnya bisa lebih melejitbila potensi pariwisata yang ada dimanfaatkan dengan baik. Tentu saja,pemanfaatan tersebut harus tetap memperhatikan hal – hal yang harus tetapdijaga dari tempat bersangkutan.
Seperti Anambas dan Natuna, keduakabupaten yang baru saja berpisah ini sebenarnya memiliki daya tarik wisatayang luar biasa di antara 5 kabupaten/kota lainnya di Kepulauan Riau. Lautnyayang masih jernih akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan, terutama yangberasal dari luar negeri untuk ikut menikmati.
Apalagi di kedua kabupaten ini terdapatdua pantai yang menjadi sorotan internasional dengan dianugerahkannya PulauBawah sebagai pulau tropis terbaik di Asia. Juga Pantai Sisi yang menjadi pulauterbaik di dunia. Dan itu semua terdapat di Kepri.
Menurut penulis (Edi-read), sasaran tourismmarketing untuk Natuna dan Anambas adalah masyarakat internasional yangnotabene memiliki modal lebih untuk berkunjung ke sana. Bukan karena apa – apa,biaya wisata yang mahal dikarenakan transportasi (laut) menuju kedua kabupatentersebut yang berada di perbatasan Indonesia. Selain itu, biaya akomodasi dankonsumsi yang juga mahal menuntut para wisatawan harus merogoh kocek lebihdalam. Bagi wisatawan lokal tentu masih diharapkan untuk menikmati wisata dikepulauan ini.
Ada satu hal yang saya ingin tahubagaimana konsep pariwisata yang ditawarkan oleh penulis yang telah melakukanekspedisi ke hampir seluruh Kepri tersebut. Di Natuna dan Anambas, terutama,siapa pun pasti ingin daerah ini berkembang dan maju seperti daerah lainnya diKepri.
Secara idealnya, sebuah kawasan wisataakan mendatangkan income bagi daerah bila pemerintah mampu menyediakan saranadan prasarana untuk mendukung kawasan tersebut. Tak sekedar itu, perawatan danpenjagaan akan keasrian serta keaslian lokasi wisata menjadi sangat pentinguntuk diperhatikan.
Dengan mengoptimalkan pariwisata ditempat ini, saya yakin tahun – tahun yang akan datang, keduanya telah mengalamiperkembangan yang amat pesat. Di samping itu yang menjadi hasrat saya adalahbagaimana menjaga tempat ini tidak seperti Bali dan Lagoi.
Wisata pantai merupakan wisata yangdigemari oleh para turis mancanegara, terutama untuk berjemur, snorkeling,surfing, diving dan sebagainya. Sebagai tanah Melayu, tentu memiliki norma dannilai tersendiri yang masih lekat dalam masyarakatnya yang mayoritas beragama Islam.
Saya sendiri tidak ingin Anambas dan Natuna menjadi sebuah tempat pameran turis – turis minim pakaian yang seliweranke sana kemari, baik itu hanya sekedar berjemur. Memang tidak mudah untukmenghilangkan kebiasaan turis yang suka berjemur dan sebagainya, namun ada harapan yang saya sematkan pada langit, tempat ini tak menjadi tempat yang biasa. Biasa berjemur, biasa minim busana.
Selain itu, ada sedikit kekhawatiran dalam hati saya melihat kondisi air terjun di Anambas yang beberapa waktu lalu diberitakan di Koran. Persis seperti yang dikatakan oleh Pak Edi dalam presentasinya, air terjun ini mulai mengalami kerusakan alam. Hutan di sekitar kawasan tersebut mulai tergerus.
Ini juga saya takutkan terjadi kawasan lainnya seperti kerusakan kehidupan laut akibat pembuangan limbah sembarangan seperti yang terjadi di Karimun dan Batam. Sayang jika kejernihan air laut di Natuna harus terkotori dengan hitamnya limbah pabrik dari oknum yang tak bertanggungjawab.
So far, dari apa yang disampaikan oleh pak Edi dan kawan – kawan ada satu hal menarik yang saya rekam. Wisata adalah tentang melihat. Orang harusmengeluarkan sejumlah biaya hanya untuk melihat laut yang biru, air yangjernih, air terjun yang mengalir, pasir yang lembut, teluk yang indah, negeriyang kaya akan keindahan alam.
Namun dibalik itu semua, ada rasa kepuasan mendalam ketika telah menyaksikan apa yang sebelumnya hanya dilihat melalui foto – foto di internet. Mendeklarasikan diri pernah menginjak tanahy ang begitu indah. Melihat kehidupan masyarakat yang begitu sederhana, yang jauh dari hiruk pikuk kota.
Beruntung saya hadir malam ini untukmenyaksikan presentasi dari pak Edi dan kawan – kawan. Membuka mata bahwa masih ada bagian dunia yang belum saya kunjungi. Bahwa masih ada kelompok masyarakat yang belum saya temui. Bahwa ada laut yang belum saya selami. Bahwa ada banyak hal yang belum saya tulis. Dan itu semua ada di provinsi ini, Kepri.
Kepada kawan – kawan di luar daerah,ada harapan besar bagi kami di Provinsi Kepulauan Riau agar masyarakat Indonesia juga mengenal Kepri lebih dekat. Melihat bahwa Kepri juga menyediakan keindahan laut yang sayang untuk dilewatkan.
Let’s visit Kepri!
No comments:
Post a Comment