Friday, 17 June 2016

Gelombang PHK



"Mau ke mana, Bang?" kataku melihat Bang Rio sudah bersiap siap akan pergi padahal belum menunjukkan jam 10 malam. 

"Ke tempat Sukri bentar. Mau ngobrol ngobrol" jawabnya sambil meneruskan kegiatan bersiapnya. 

"Alaaaaa....." tak bisa kututupi kekecewaan karena berharap dia bisa tinggal lebih lama. "Lagi pada ngumpulkah di sana?" tanyaku mengingat mereka teman-teman yang pernah bekerja di perusahaan yang sama dulunya sebelum menikah. 

"Engga, cuma abang aja. Udah lama ga ketemu Sukri. Lagian mau ngobrol banyak juga karena kemarin akhirnya rencana PHK besar-besaran di PT udah terlaksana. Beberapa kawan kami masuk daftar PHK itu, tapi untungnya Sukri masih dipertahankan" seketika mulutku menganga. 

Innalillahi wa inna ilaihirojiuuun.... 

Akhirnya berita yang kami dengar dari beberapa bulan laluu dijalankan juga hari ini. Aku ingat saat kami sedang dalam perjalanan pulang dari Jembatan Barelang sehabis melihat matahari terbit bulan Januari 2016 lalu. Kami bertemu dengan salah satu teman kerja Bang Rio di perusahaannya dulu. Hanya bercakap cakap sebentar sambil menanyakan kabar. Lalu dari teman ini kami mengetahui bahwa perusahaan dalam waktu dekat akan mem-PHK pekerjanya secara besar-besaran. Wowww ternyata perusahaan sebesar itu juga tak luput dari gelombang PHK yang memang semakin besar di Batam. 

Dahulu kala Kota Batam memang menjadi kota tujuan segar bagi pencari kerja karena di kala itu situasi dan kondisinya sangat memungkinkan. Tak hanya kemudahan yang didapat saat melamar di perusahaan-perusahaan tapi juga gaji besar yang mereka terima. Tak heran gelombang transmigrasi penduduk luar kota ini semakin menjadi-jadi. Tujuan mereka hanya satu yaitu berharap agar kehidupan ekonomi mereka lebih baik. Dan benar saja. Kata mereka yang telah lama menetap dan bekerja di Batam, tanya saja pada mereka yang datang ke pulau ini dari awal tahun 2000-an, sudah sangat sukses. 

Sekarang Batam tak lagi seramah dulu. Kota ini sudah menjadi liar dengan banyaknya pengangguran berkeliaran di setiap sudutnya. Himpitan ekonomi menjadikan kota ini salah satu kota yang rawan kejahatan. 

Dari berita yang kubaca banyak perusahaan besar gulung tikar dan terpaksa membuat ribuan orang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian. Dari cerita yang kudengar dari saudara dan tetangga di sini, ada satu desa/kampung di Batam ini di mana semua penduduknya adalah korban PHK. Artinya itu satu kampung jadi pengangguran. Duh kebayang kan gimana seramnya. 

Hidup di Batam sudah sangat sulit dan akan menjadi sangat sulit sekali ketika hidup tanpa pekerjaan menjanjikan. Bisa bisa status pengangguran menjadikan mereka terpaksa berbuat kriminal untuk memenuhi kebutuhan hidup. 

Bagiku, kata PHK sungguh menakutkan. Ketika tinggal di Tanjungpinang, kata PHK itu seperti sesuatu yang ringan. Namun begitu telah menikah dan hidup di Batam, mendengar kata PHK sungguh menakutkan. 

Seperti teman-teman Bang Rio yang sekarang harus menghadapi kenyataan bahwa mereka harus pintar betul mengatur keuangan agar uang pesangon dari perusahaan tak habis begitu saja tanpa jejak. Kalau ada yang akan buka usaha, harus benar-benar memenej nya dengan baik agar usaha berputar dan tak bangkrut dalam sekejap. 

"Kadang kalo abang pikir-pikir lagi, kita masih sangat bersyukur. Masih dikelilingi keluarga yang saling membantu. Tak harus dibayangi hutang sana sini yang menumpuk. Ah... yang pasti kita masih lebih beruntung dari teman teman abang yang lain" kata Bang Rio sambil mengenakan jaketnya. 

"Dan masih bisa nonton kan, Bang" ujarku nyengir membayangkan tempat kencan favorit kami adalah bioskop. 

Kuakui hidup kami masih sangat beruntung dibandingkan teman-temannya. Sejak Bang Rio di-off-kan (yang kata si bos sementara) dari proyek ragu-ragu investor di Bandung kami memutuskan pindah ke Batam. Insya Allah di lain kesempatan akan kutuliskan bagaimana kami meneruskan hidup di Batam. 

"Jadi udah berapa bulan abang nganggur nih?" tanyaku suatu malam sambil makan sate sepulang nonton di bioskop. Bang Rio tak sepenuhnya menganggur, Ia membantu kakaknya mengelola usaha rumah makan Uda nya yang alhamdulillah cukup membantu kami. 

"Hmmm sekitar 6 bulan lah ya" jawabnya.

"Nganggur terlama dulu berapa lama?" tanyaku penasaran

"Sembilan bulan... Setelah tamat kuliah sekitar sembilan bulan nganggur trus dapat kerjaan. Nganggur lagi dua bulan, kerja lagi. Trus ada yang sembilan bulan lagi sampe akhirnya kerja dekat Punggur." ujarnya sambil membuka keripik ubi dan ditaburkan ke kuah sate. 

"Widiiiiih,,,, Ya ga apalahh, ini baru juga enam bulan. Kali aja setelah Iza melahirkan baru abang dapat panggilan kerja lagi setelah interview kemarin" 

"Amiiiiin.... Mana yang baik aja"

Yups, yang paling penting adalah mensyukuri apa yang telah Allah berikan dan memantaskan diri untuk mendapatkan nikmat-nikmat berikutnya.