Tuesday, 24 July 2012
Thursday, 19 July 2012
DAKWAH, KESADARAN UNTUK MEMERANKAN TOKOH BAIK – BAIK
Suatu hari saya menuliskan satu kalimat di salah satu jejaring sosial, dakwah, the awareness and obligation of every muslim.
Awalnya saya pikir ini adalah pemahaman yang benar, namun ternyata ada yang salah dengan pemahaman saya.
Suatu ketika beberapa pertanyaan muncul tentang dakwah. Apa itu dakwah. Seperti apakah bentuk dakwah. Apa guna dakwah. Mengapa harus berdakwah. Bagaimana cara berdakwah? Siapa saja yang patut didakwahi? Semua orang atau ada kalangan tertentu sesuai prioritas dan kebutuhan? Lalu apakah dakwah adalah tugas atau hanya kesadaran?
Dalam acara bedah buku Salim A. Fillah, Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, beliau menjelaskan bahwa ada empat kesadaran yang harus dimiliki oleh seorang manusia yang beruntung menjadi seorang muslim. Pertama, kesadaran identitas. Kedua, kesadaran untuk berkompetisi dengan muslim yang lain dalam hal berbuat kebaikan, juga untuk jadi yang terbaik di mata Rabb. Ketiga, kesadaran untuk bersinergi dengan muslim yang lain. Dan yang terakhir adalah kesadaran untuk menjalankan misi dakwah.
Hal pertama hingga ketiga semestinya menjadi perhatian yang lebih bagi kita di mana hari ini banyak muslim yang tidak bangga dengan identitasnya sebagai seorang muslim. Banyak yang hari ini muslim yang tidak menyadari bahwa dia sedang berada dalam kompetisi kebaikan untuk memenangkan ‘perhatian’ Allah padanya. Lebih banyak lagi muslim yang hanya berkompetisi, bersaing untuk mendapatkan perhatian dunia. Dan lebih lebih banyak lagi muslim yang tak mampu bersinergi dengan muslim lain, bekerjasama untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan kejayaan umat.
Poin keempat. Kesadaran seorang muslim untuk mengemban misi dakwah.
Kader dakwah. Kitakah itu? Entahlah. Saya tak bisa memastikan.
Dakwah adalah menyeru. Mengajak pada kebaikan. Mengingatkan untuk kembali pada Allah. Menasehati untuk perbaikan. Memberitahu demi pemahaman. Mengamalkan untuk pembuktian.
Anehnya, tak semua muslim menyadari ini. Mengapa? Untuk menuju kesadaran keempat, ia harus menyadarkan sisi lainnya.
Allah Maha Adil. Luar biasa karuniaNya ketika kesadaran untuk mengemban misi dakwah itu diberikan pada kita. Setiap manusia sudah terpilih untuk menjalankan perannya masing – masing. Script sudah ditangan, begitu lahir ke dunia maka peran pun dijalankan sesuai arahan Sang Sutradara. Sayangnya hanya ada dua peran yang Allah tulis dalam scenario kehidupan sejak Nabi Adam diciptakan. Manusia yang terpilih untuk memerankan tokoh kebaikan dan manusia yang terpilih untuk tokoh penguji tokoh kebaikan. Sederhana.
Nabi Adam diciptakan untuk berbuat kebaikan, menjadi khalifah, menjadi pasangan yang baik bagi Hawa. Sementara Allah ciptakan iblis untuk menguji Nabi Adam, menggoda dengan segala upaya agar Nabi Adam mau memakan buah larangan.
Muhammad SAW, seorang yatim piatu dengan gelar Al Amin di tengah masyarakat Mekah. Selalu berkata jujur, di mana suatu hari mendapat peran untuk menjalankan amanah dakwah. Berbuat kebaikan, mengajak berbuat baik. Sederhana. Namun selalu ada penguji. Abu Lahab dan Abu Jahal mendapat kehormatan untuk menjalan peran itu. Dan mereka memainkannya dengan baik. Sayang, neraka tempat berakhir kedua tokoh Quraisy tersebut.
Abad demi abad berlalu, lalu muncullah Hasan Al Banna di tengah kerusakan moral dan ekonomi negeri Mesir di bawah pemimpin yang zalim. Apa yang beliau dan teman – temannya lakukan? Hanya berbuat baik dan mengajak untuk berbuat baik. Memberikan pemahaman tentang Islam di merata tempat. Yang tidak memahami mencoba bertanya dan mengkaji hingga menjadi baik. Lalu peranan penguji tokoh kebaikan pun datang. Siksaan penjara, penangkapan tanpa alasan yang jelas hingga maut menjemput melalui peluru di pagi hari. Semua hanya untuk satu misi, menguji tokoh kebaikan dan menghentikan mereka untuk berbuat dan mengajak pada kebaikan. Berhentikah? Tidak.
Di era 80an, jilbab bukanlah tren. Kajian keislaman bagaikan hal tabu layaknya perzinahan. Di kondisi yang serba sulit, beberapa muslimah keukeuh memakai jilbab ke sekolah maupun tempat kerja. Kajian keislaman tetap berjalan tiap sepekan sekali. Semua satu tujuan. Untuk kebaikan. Di dunia dan akhirat. Kemudian muncullah pemeran penguji kebaikan. Yang berjilbab dipersulit. Tak boleh sekolah, dipaksa untuk mmbuka jilbab di tempat kerja. Alasannya lucu, budaya. Yang mengaji, diintai setiap hari. Berani mengkritisi, besoknya tak bisa ditemui lagi. Ke mana? Ditangkap polisi, begitu kata tetangga dan teman – teman. Kenapa? #angkat bahu
Ini era reformasi di mana semua menjadi bebas bahkan tanpa batas dan sulit untuk membuat batas yang sebenarnya sudah jelas. Sayang menjadi samar karena globalisasi. Mungkin ini juga pengaruh pemanasan global yang menguak lapisan langit pelindung bumi sehingga antara bumi dan matahari menjadi satu. Bukan saling mendekati, tapi yang satu mencoba menghabisi yang lainnya. Bukan salah matahari, manusia yang membuatnya demikian.
Harusnya di era seperti ini, kesadaran untuk berdakwah dalam diri setiap muslim lebih meningkat. Tak ada yang boleh melarang suatu kebaikan. Setiap muslim bisa lebih leluasa untuk menjalankan perannya sebagai tokoh baik – baik untuk menyebarkan kebaikan. Namun rupanya peran penguji tokoh baik masih ada, hanya saja berubah bentuk. Dimodifikasi sesuai dengan zaman.
(bersambung, karena bingung gimana mau mengakhiri tulisan ini, kalo mau bantu juga boleh hehehe)
Awalnya saya pikir ini adalah pemahaman yang benar, namun ternyata ada yang salah dengan pemahaman saya.
Suatu ketika beberapa pertanyaan muncul tentang dakwah. Apa itu dakwah. Seperti apakah bentuk dakwah. Apa guna dakwah. Mengapa harus berdakwah. Bagaimana cara berdakwah? Siapa saja yang patut didakwahi? Semua orang atau ada kalangan tertentu sesuai prioritas dan kebutuhan? Lalu apakah dakwah adalah tugas atau hanya kesadaran?
Dalam acara bedah buku Salim A. Fillah, Saksikan bahwa Aku Seorang Muslim, beliau menjelaskan bahwa ada empat kesadaran yang harus dimiliki oleh seorang manusia yang beruntung menjadi seorang muslim. Pertama, kesadaran identitas. Kedua, kesadaran untuk berkompetisi dengan muslim yang lain dalam hal berbuat kebaikan, juga untuk jadi yang terbaik di mata Rabb. Ketiga, kesadaran untuk bersinergi dengan muslim yang lain. Dan yang terakhir adalah kesadaran untuk menjalankan misi dakwah.
Hal pertama hingga ketiga semestinya menjadi perhatian yang lebih bagi kita di mana hari ini banyak muslim yang tidak bangga dengan identitasnya sebagai seorang muslim. Banyak yang hari ini muslim yang tidak menyadari bahwa dia sedang berada dalam kompetisi kebaikan untuk memenangkan ‘perhatian’ Allah padanya. Lebih banyak lagi muslim yang hanya berkompetisi, bersaing untuk mendapatkan perhatian dunia. Dan lebih lebih banyak lagi muslim yang tak mampu bersinergi dengan muslim lain, bekerjasama untuk menciptakan kedamaian, kesejahteraan dan kejayaan umat.
Poin keempat. Kesadaran seorang muslim untuk mengemban misi dakwah.
Kader dakwah. Kitakah itu? Entahlah. Saya tak bisa memastikan.
Dakwah adalah menyeru. Mengajak pada kebaikan. Mengingatkan untuk kembali pada Allah. Menasehati untuk perbaikan. Memberitahu demi pemahaman. Mengamalkan untuk pembuktian.
Anehnya, tak semua muslim menyadari ini. Mengapa? Untuk menuju kesadaran keempat, ia harus menyadarkan sisi lainnya.
Allah Maha Adil. Luar biasa karuniaNya ketika kesadaran untuk mengemban misi dakwah itu diberikan pada kita. Setiap manusia sudah terpilih untuk menjalankan perannya masing – masing. Script sudah ditangan, begitu lahir ke dunia maka peran pun dijalankan sesuai arahan Sang Sutradara. Sayangnya hanya ada dua peran yang Allah tulis dalam scenario kehidupan sejak Nabi Adam diciptakan. Manusia yang terpilih untuk memerankan tokoh kebaikan dan manusia yang terpilih untuk tokoh penguji tokoh kebaikan. Sederhana.
Nabi Adam diciptakan untuk berbuat kebaikan, menjadi khalifah, menjadi pasangan yang baik bagi Hawa. Sementara Allah ciptakan iblis untuk menguji Nabi Adam, menggoda dengan segala upaya agar Nabi Adam mau memakan buah larangan.
Muhammad SAW, seorang yatim piatu dengan gelar Al Amin di tengah masyarakat Mekah. Selalu berkata jujur, di mana suatu hari mendapat peran untuk menjalankan amanah dakwah. Berbuat kebaikan, mengajak berbuat baik. Sederhana. Namun selalu ada penguji. Abu Lahab dan Abu Jahal mendapat kehormatan untuk menjalan peran itu. Dan mereka memainkannya dengan baik. Sayang, neraka tempat berakhir kedua tokoh Quraisy tersebut.
Abad demi abad berlalu, lalu muncullah Hasan Al Banna di tengah kerusakan moral dan ekonomi negeri Mesir di bawah pemimpin yang zalim. Apa yang beliau dan teman – temannya lakukan? Hanya berbuat baik dan mengajak untuk berbuat baik. Memberikan pemahaman tentang Islam di merata tempat. Yang tidak memahami mencoba bertanya dan mengkaji hingga menjadi baik. Lalu peranan penguji tokoh kebaikan pun datang. Siksaan penjara, penangkapan tanpa alasan yang jelas hingga maut menjemput melalui peluru di pagi hari. Semua hanya untuk satu misi, menguji tokoh kebaikan dan menghentikan mereka untuk berbuat dan mengajak pada kebaikan. Berhentikah? Tidak.
Di era 80an, jilbab bukanlah tren. Kajian keislaman bagaikan hal tabu layaknya perzinahan. Di kondisi yang serba sulit, beberapa muslimah keukeuh memakai jilbab ke sekolah maupun tempat kerja. Kajian keislaman tetap berjalan tiap sepekan sekali. Semua satu tujuan. Untuk kebaikan. Di dunia dan akhirat. Kemudian muncullah pemeran penguji kebaikan. Yang berjilbab dipersulit. Tak boleh sekolah, dipaksa untuk mmbuka jilbab di tempat kerja. Alasannya lucu, budaya. Yang mengaji, diintai setiap hari. Berani mengkritisi, besoknya tak bisa ditemui lagi. Ke mana? Ditangkap polisi, begitu kata tetangga dan teman – teman. Kenapa? #angkat bahu
Ini era reformasi di mana semua menjadi bebas bahkan tanpa batas dan sulit untuk membuat batas yang sebenarnya sudah jelas. Sayang menjadi samar karena globalisasi. Mungkin ini juga pengaruh pemanasan global yang menguak lapisan langit pelindung bumi sehingga antara bumi dan matahari menjadi satu. Bukan saling mendekati, tapi yang satu mencoba menghabisi yang lainnya. Bukan salah matahari, manusia yang membuatnya demikian.
Harusnya di era seperti ini, kesadaran untuk berdakwah dalam diri setiap muslim lebih meningkat. Tak ada yang boleh melarang suatu kebaikan. Setiap muslim bisa lebih leluasa untuk menjalankan perannya sebagai tokoh baik – baik untuk menyebarkan kebaikan. Namun rupanya peran penguji tokoh baik masih ada, hanya saja berubah bentuk. Dimodifikasi sesuai dengan zaman.
(bersambung, karena bingung gimana mau mengakhiri tulisan ini, kalo mau bantu juga boleh hehehe)
Wednesday, 4 July 2012
Tuesday, 3 July 2012
Power Ranger
Power ranger itu fenomenal, lebih hebat dari Ksatria Baja Hitam, Ultraman, Superman, apalagi Spiderman yang berjuang sendirian. Power ranger, dalam banyak versi terdiri dari 3 orang laki - laki dan 2 perempuan. Masing - masing mereka punya kostum dengan warna yang berbeda.Hitam, merah, biru, kuning dan merah jambu. Kadang ada putih, tapi dia lebih sering jadi penyelamat kalo kelima ranger udah KO
Gambaran kami sekarang ya begitu.
Tinggal power ranger yang mencoba menyelesaikan tugas - tugas jelang acara puncak nanti. Hmm tidak masalah, meskipun hanya berlima, tapi kesolidannya tidak diragukan (hahahaha agak lebay memang).
Dengan sisa tenaga yang harusnya bukanlah tenaga sisa sedikit demi sedikit membenahi kerja yang belum terselesaikan oleh pihak yang seharusnya menyelesaikan.
Gambaran kami sekarang ya begitu.
Tinggal power ranger yang mencoba menyelesaikan tugas - tugas jelang acara puncak nanti. Hmm tidak masalah, meskipun hanya berlima, tapi kesolidannya tidak diragukan (hahahaha agak lebay memang).
Dengan sisa tenaga yang harusnya bukanlah tenaga sisa sedikit demi sedikit membenahi kerja yang belum terselesaikan oleh pihak yang seharusnya menyelesaikan.
Subscribe to:
Posts (Atom)