Takut. Semua orang punya rasa itu. Dan rasa takut itu adalah ciptaan  Allah. Hanya saja, perintah takut untuk manusia adalah takut kepadaNya,  bukan kepada makhlukNya. Lalu, jika takut terhadap ciptaanNya masih  mendominasi, ada apa sebenarnya? Hanya satu jawaban, saat itu keimanan  tidak berada di tempat yang semestinya. Iman sedang turun, bahkan  mungkin sedang ambruk.
Sudah hampir satu bulan kami menjalani hidup di Kampung Bintan Buyu  sebagai mahasiswa yang sedang melakukan kuliah kerja nyata yang  merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil untuk meraih gelar  sarjana. Kelompok saya terdiri dari 15 orang anggota dengan rincian 4  laki – laki dan 11 perempuan. Di antara kami ada 5 orang dari jurusan  pendidikan bahasa inggris, 4 orang dari jurusan pendidikan agama islam  kelas extension dan 6 orang dari jurusan yang sama namun kelas regular.  Keberagaman ini membuat kami belajar untuk memahami satu sama lain,  apalagi ada beberapa di antaranya yang baru bertemu meskipun sudah  hampir 4 tahun kuliah di kampus yang sama.
Kampung Bintan Buyu terletak di Kabupaten Bintan, tepatnya di  Kecamatan Teluk Bintan, Desa Bintan Buyu. Ketika menghadap kepala desa,  kami diberikan kesempatan untuk memilih sendiri lokasi KKN di mana desa  ini terdiri dari 4 kampung yaitu, Kampung Bintan Buyu, Kampung Sidodadi,  Kampung Bukit Batu dan Kampung 46 (begitulah mereka menyebutnya). Kami  memilih Kampung Bintan Buyu karena melihat lokasinya yang tidak jauh  dari jalan besar dan juga balai pertemuan yang kami gunakan sebagai  tempat tinggal sementara tidak jauh dari rumah masyarakat sehingga  memudahkan kami untuk bersosialisasi.
Awal KKN, ada hal yang tidak nyaman yang saya rasakan. Mulai dari  posko yang terkesan angker, kebingungan untuk memulai komunikasi dengan  warga, listrik yang tidak 24 jam, jauhnya saya dari teman – teman  seperjuangan, banyaknya waktu kosong hingga kenyataan bahwa saya tinggal  satu rumah bahkan tidur di ruangan yang sama dengan lawan jenis.
Posko yang kami tinggali kabarnya adalah bekas kuburan seorang anak  kecil yang sudah dipindahkan bertahun – tahun yang lalu. Dulunya ada  sebuah keluarga yang tinggal di posko tersebut (posko itu sebenarnya  adalah bekas rumah warga) namun entah mengapa selalu saja sakit –  sakitan hingga mereka menjual rumah tersebut pada warga. Tahun lalu,  dari berita yang kami dengan dari masyarakat, mahasiswa yang sedang KKN  di sana melihat penampakan yang tidak seharusnya.
Pada mulanya saya sama sekali tidak takut akan hal tersebut sehingga  merasa biasa saja. Namun sayang kondisi keimanan yang fluktuatif membuat  saya menyerah pada keadaan dan berada dalam ketakutan tidak normal  selama seminggu lebih berada di tempat itu. Setiap malam saya tak bisa  tidur lelap bahkan tak bisa tidur sama sekali hingga subuh. Gejala tak  normal lainnya muncul bersamaan dengan ketakutan itu. Tiap malam saya  harus buang air kecil dan terpaksa membangunkan teman seposko untuk  menemani ke belakang. Saya selalu bangun sebelum jam 2 dini hari dan  sangat sulit untuk tidur kembali. Padahal suasananya sangat membuat  tidak nyaman. Listrik desa yang sudah mati pukul 11 malam makin membuat  saya takut bahkan untuk bergerak.
Memalukan memang. Selama dua malam saya hanya bisa menangis karena  ketidaknyamanan tersebut sementara teman – teman lain tertidur pulas.  Tak ingin berlama – lama dengan keadaaan seperti itu saya putuskan untuk  pulang mencari obat setelah permintaan saya untuk pindah posko ditolak  oleh teman – teman. Mungkin menurut mereka alasan saya tidak masuk akal  dan pindah posko artinya penambahan biaya. Barulah setelah melakukan hal  – hal yang disarankan oleh teman – teman yang menurut saya keimanan  mereka jauh di atas saya, di akhir minggu kedua saya baru bisa mulai  merasa nyaman tidur di posko. Bahkan keimanan mulai berangsur membaik  dari sebelumnya.
Dari malam – malam yang saya lewati di sana dengan ketidaknyamanan  dan ketakutan tak normal tersebut, ada hikmah yang saya coba cerna.  Allah azza wa jalla sedang memberikan tegurannya pada saya. Oh mungkin  tidak hanya teguran, tapi ini merupakan hukuman bagi saya karena  kelalaian – kelalaian yang selama ini saya lakukan.
Untuk menaikkan keimanan yang sudah jatuh di jurang yang paling dalam  saya memperbanyak shalat berjamaah karena kebetulan mesjid tak jauh  dari posko. Shalat sunnah pun harus saya paksakan setiap selesai shalat  wajib. Tilawah yang dulunya tidak pernah mencapai target mau tidak mau  saya paksakan hingga suara serak, kadang beberapa teman menggoda bahwa  saya sedang meruqyah mereka. Hahahaha tidak apa lah.
Di satu waktu saya mencoba mengajak beberapa orang untuk membaca  surah Al Baqarah bersama – sama untuk mengusir jin yang mungkin ada di  rumah itu. Tentu saja ada karena rumah itu sudah lama sekali kosong.  Setelah maghrib rupanya listrik desa tak kunjung menyala hingga kami  hanya menggunakan penerangan seadanya. Hati saya mulai cemas tak normal  dan berprasangka bahwa mungkin saja jin di rumah tersebut tidak mau kami  membaca surah itu hingga ia membuat listrik tidak menyala. Geli jika  mengingat pikiran saya ketika itu.
Dengan berbekal senter HP, setelah maghrib saya tetap membaca surah  Al Baqarah dari ayat pertama dan bertekad menyelesaikannya malam itu  juga. Ketika memasuki rumah baru disunnahkan untuk membaca surah Al  Baqarah agar jin tidak memasuki rumah tersebut. Inilah yang saya lupakan  di awal KKN sehingga menjadi tak normal. Jelang pukul 10 malam saya  merasa penuh oleh bongkahan keimanan yang bergelayut dalam dada sehingga  meskipun saat itu teman – teman sudah terlelap, saya merasa tidak lagi  takut seperti malam – malam sebelumnya. Namun tinggal 4 lembar lagi yang  harus say abaca, tiba – tiba ada reaksi aneh yang saya rasakan. Huekk!  Berasa ingin muntah saat itu juga. Wusss…… seketika itu saya terhenti  membaca.
Membaca surah Al Baqarah dari awal hingga akhir merupakan salah saru  langkah untuk meruqyah diri sendiri. Jika ada reaksi pusing, berasa  ingin muntah artinya ada jin yang memang selalu mengikuti dan mengganggu  setiap kali kita ingin beribadah. Itu yang pernah saya dengar dalam  sebuah majelis ilmu.
Rasanya seperti dihempaskan ke bebatuan mengetahui kenyataan  demikian. Saya berkesimpulan bahwasanya selama ini di diri saya lah jin  itu bertengger dan membisikkan ketakutan – ketakutan dalam dada saya. “yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia” (QS. An Naas : 5). Astaghfirullah…… pantaslah selama ini saya menjadi tidak normal.
Puji syukur bagi Allah, Tuhan semesta alam yang sudah memberikan saya pelajaran, teguran dan hukuman. BagiNya segala pujian
Setelah malam itu, ketidaknormalan saya berangsur pulih dan bisa  lebih fokus pada program yang telah kami canangkan. Tak hanya itu, ada  banyak hal yang bisa saya lakukan, lihat, dengar dan rasakan di sana.  Ketidakberuntungan, ketidakpahaman, kemiskinan, kebodohan, dan kesedihan  di masyarakat. Mohon doanya agar KKN ini tak hanya sekedar menghabiskan  waktu di kampung orang tanpa sedikit pun memberikan kontribusi nyata  bagi mereka, baik secara fisik apalagi non fisik.
No comments:
Post a Comment