Kembali lagi pada kegiatan di hari - hari selama pembekalan. Memasuki hari 
ketiga, kami tidak lagi mendengarkan materi pembekalan, namun langsung latihan 
untuk persiapan JPI. Kami dibagi dalam kelompok tari, senam, duta wisata, dan 
stand pameran. 
Awalnya penulis merasa menjadi underdog karena hanya kebagian stand pameran, 
tidak di kelompok lainnya yang terlihat lebih prestis. Namun Allah Maha Tahu mana 
yang terbaik bagi hambaNya. Benar firman Allah yang intinya bisa jadi kamu 
menyukai sesuatu namun hal itu tidak baik, dan hal yang kadang tidak baik ataupun 
kita tidak sukai ternyata adalah hal yang terbaik bagi kita. 
Di stand pameran mungkin kerjanya sedikit lebih nyantai karena tidak ada jadwal 
latihan yang padat seperti senam dan tari. Tenaga juga tidak terlalu diporsir. 
Selain itu penulis juga berkenalan dengan teman - teman stand yang tidak 
'terkenal' hehehe.... Maksudnya mereka mungkin sama sekali tidak menarik 
perhatian para pendamping karena sepertinya tidak ada yang menonjol dari segi 
kesenian ( seperti saya hehehe ). 
Dibalik ketidakterkenalan mereka rupanya mereka punya andil besar di stand 
pameran. Allah memang Maha Adil dalam penempatan. Setiap manusia punya kekurangan 
dan kelebihannya sendiri - sendiri. Mungkin orang - orang yang di stand pameran 
tidak bisa menari, menyanyi dan senam bahkan bicara di depan orang banyak. Tapi 
mereka punya konsep dan keahlian untuk stand pameran yang penulis yakini tidak 
dimiliki oleh pesera yang lain.
Malam hari lebih tepatnya malam ketiga kami di Hotel Shangrila, setelah makan 
malam peserta dan pendamping sedikit berdebat mengenai masalah waktu mandi dan 
berkumpul. Agak tegang memang, tapi kata si Zulfah peserta dari Batam, kayaknya 
mereka mau ngerjain peserta. Aduh gak mempan, ngerjain kayak gitu. Memang malam 
itu purna dan pendamping berkumpul lebih banyak dan rame dari malam sebelumnya. 
Tentu saja teman - teman dan penulis mencoba mencium bau - bau tak sedap bahwa 
kami akan dikerjai pendamping. 
Setelah makan malam, kami rupanya masih harus mengikuti materi dari seorang purna 
yang nampaknya sangat dihormati oleh pendamping lain, Edi Harmoko ( 27 tahun ). 
Beliau menceritakan pada peserta tentang Provinsi Kepri, nih sedikit 
penjelasannya :
Riau itu berasala dari kata 'riuh' yang sering terdengar di kota lama dekat 
Sungai Carang. Sieiring berjalannya waktu, kata riuh mengalami pergeseran menjadi 
riau. Sejarah itu menyenangkan tapi sulit dipahami. Kemudian Kak Edi melanjutkan 
cerita tentang Kepri dengan sejarah kerajaan Riau dan lain sebagainya yang tak 
sempat penulis ingat hehehhe.... Patut diacungi jempol karena sejarah itu 
mengalir begitu saja dari Kak Edi, yang ternyata kata purna2 yang lain memang 
asli orang Penyengat. Pantas saja kalau sejarah Pulau Penyengat disampaikan 
sedemikian rupa olehnya. 
Selanjutnya masing - masing kabupaten mempresentasikan potensi budaya daerahnya 
minus Lingga. MEskipun demikian Herima Hendrawan, peserta dari Tanjungpinang 
membuat penulis kagum karena mampu menyampaikan potensi yang ada di Lingga 
meskipun ia berasal dari Tanjungpinang ( info : dia lahir di Lingga ).
Oh ya dalam penjelasan Kak Edi, pariwisata KEpri di daerah lain dikenal dengan 
kehidupan seks dan judinya dalam kata lain bisnis 'esek - esek' amat kental di 
sini. Astagfirullah.... Jadi malu kalau mau ketemu dengan teman - teman di 
provinsi lain. Segitu parahkah Kepri di mata Indonesia yang lain? 
Ada kata - kata dari Kak Edi yang kurang penulis sepakati. Beliau bilang, bisnis 
judi ditutup di Kepri karena mentok dengan ketentuan adat. Pemahaman yang agak 
salah penulis pikir, karena judi bukan dilarang karena ketentuan adat, namun juga 
agama yang benar. 
Sekian dulu catatan hari ketiga ini, insya Allah disambung lagi untuk catatan hari keempat hingga akhir kegiatan.
No comments:
Post a Comment