Tuesday 24 November 2015

Menikah dan Mentoring

Pernikahan Fitri dan Erpa



Ewww baca judulnya berasa galau sebelah. Mohon maaf buat teman-teman yang belum menikah, tidak bermaksud untuk bikin baperan. Saya hanya ingin menghubungkan satu hal yang paling penting dalam kehidupan pernikahan yang ternyata juga sama pentingnya ketika kita mentoring, yaitu KEHADIRAN. 

Untuk diketahui bersama saya juga baru menikah beberapa bulan, itu pun dijalani seadanya karena kondisi saya yang belum menyelesaikan kuliah memaksa kami untuk berpisah selama beberapa bulan. Di awal pernikahan saya sempat ikut suami ke Jogjakarta dan menetap di sana selama satu bulan. Waktu yang sebentar untuk pasangan baru seperti kami. Setelah itu kami menjalani pernikahan jarak jauh alias long distance marriage hampir selama tiga bulan. 

Memang sangat berat menjalaninya di awal bahkan hingga saat saya menuliskan tulisan ini. Eh btw kenapa bahasanya jadi baku ala EYD gitu ya hehehe.... Bawaan galau kali xixixi. 

Cukup berat juga ber-LDM-an ini. Saya di Tanjungpinang dan dia di Jogjakarta kemudian pindah ke Bandung. Selain jarak yang jauh yang ga memungkinkan untuk bolak balik meski cuma sebulan sekali, saya juga harus menghadapi kendala cara berkomunikasi dengan suami. 

Yaa maklum baru sebulan kenalan ga membuat saya mengenal betul siapa bang Rio. Pernikahan kami ga diawali dengan pacaran sehingga komunikasi sebelum nikah ya seadanya, benar-benar irit. Ditambah lagi ketika itu persiapan pernikahan juga dilakukan jarak jauh ckckkck.... Jadilah kendala awal adalah cara komunikasi, waktu komunikasi dan segala macam soal komunikasi. Klise banget tapi asli bikin galau. Sampe sampe saya bilang, duh seumur-umur engga pernah digalauin masalah beginian, eeh setelah nikah dibikin ribet gegara ini doang -___-

Kembali ke tujuan awal tulisan ini dibuat. Saya menyadari bahwa hal paling penting dalam hubungan dengan manusia, khususnya dengan pasangan adalah kehadirannya. Ketika kami bertemu September lalu, saya menyadari bahwa dibalik sikap cueknya selama LDM-an itu sebenarnya ia pun menyimpan kerinduan yang sama seperti yang saya rasakan. Hanya saja hal itu tak bisa terekspresikan lewat telp, bbm atau media komunikasi lainnya. 

Pertemuan akan menimbulkan interaksi antara manusia, baik lisan maupun bahasa tubuh. Ketika berjauhan mungkin ada banyak prasangka namun ketika bertemu semua hal bisa dibicarakan dengan baik. Menjadikan segala sesuatunya menyenangkan. 

Nah terkait dengan mentoring saya menemukan bahwa dalam sebuah proses mentoring hal utama yang harus diperhatikan adalah kehadiran kita dalam setiap pertemuan. 

Mentoring adalah proses belajar. Ia seperti sekolah yang mengharapkan kehadiran siswa di setiap pertemuan agar tak ada pelajaran yang tertinggal. Kita adalah murid guru bukan murid buku. Sebanyak apa pun buku yang kita baca, tetap saja belajar dari guru menjadi suatu hal yang tak tergantikan. 

Sebagai mentor saya termasuk yang cerewet soal kehadiran peserta mentoring. Meski tak terungkapkan secara eksplisit namun saya cukup menyayangkan ketidakhadiran peserta dalam pertemuan. 

Mentoring memang bukan sesuatu yang wajib untuk diikuti, seperti sekolah formal. Hanya pemerintah yang mewajibkan kita untuk belajar selama 12 tahun. Sebenarnya itu hanya pilihan, kewajiban kita yang sebenarnya adalah belajar. Hanya saja pemerintah menyediakan sekolah sebagai tempat untuk belajar. Begitu pula mentoring. 

Para aktivis kampus yang tergabung dalam organisasi dakwah di kampus juga tak memaksakan anggotanya untuk mengikuti proses mentoring meski ia merupakan sebuah kegiatan yang wajib diikuti. Belajar itu pilihan,, maka organisasi dakwah di kampus hanya menyediakan mentoring sebagai salah satu sarana untuk belajar. 

Saya tak ingin  berlama lama membahas ini, tak ingin pikiran kita jadi berputar putar. Yang ingin sekali saya sampaikan adalah kehadiran dalam mentoring merupakan sebuah hal yang utama. Hal yang sangat diperhatikan. 

Kita memang bisa menaikkan keimanan dengan usaha sendiri, namun akan lebih berarti ketika iman itu diusahakan bersama sama. Kita mampu sholat dhuha atau tahajud setiap hari, namun akan lebih terasa indah jika dilakukan bersama sama dalam kondisi saling memotivasi. 

Menghadirkan diri dalam lingkaran mentoring selama 1 hingga 2 jam memang butuh perjuangan dan pengorbanan, karena itu tak semua orang bisa mengikutinya hingga akhir. Tak hadir dalam mentoring berarti melewatkan kesempatan untuk duduk bersama untuk beriman sejenak. Melewatkan kesempatan turunnya rahmat Allah, ketenangan hati dan didoakan para malaikat. 

Ouch ya sudahlah saya minta maaf jika selama ini cukup cerewet soal kehadiran dalam mentoring. 

But, ingin saya sampaikan satu hal lagi. No need to be sad saat salah satu teman tidak lagi bersama sama dalam lingkaran mentoring karena alasan tertentu. One day, hati kecilnya akan merindukan saat saat berkumpul itu sebagai balasan  kerinduan kita akan kehadirannya dalam lingkaran. 

Well, menikah dan mentoring keduanya membutuhkan kehadiran. Selama terus bersama sama apa pun akan bisa dilewati. Meski ketika bersama sama banyak konflik yang terjadi namun itu lebih baik ketimbang tak bertemu dan menyendiri di tempat masing masing.

Mentoring memang bukan segala galanya, tapi segala-galanya berawal dari mentoring. Like a marriage. Banyak yang menjadi semakin lebih baik setelah menikah bukan?

Mari menikah dan mentoring :) 

*ups gubrakkk banget ajakan terakhirnya XD

No comments:

Post a Comment